Presiden Lebanon Michel Aoun Menolak Mundur
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Senin, 17 Agustus 2020 14:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan mustahil bagi dirinya mundur ketika banyak tuntutan yang memintanya mengundurkan diri atas ledakan di Beirut.
Pemerintahan Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri pada Senin pekan lalu karena protes anti-pemerintah menuntut tanggung jawab atas ledakan di pelabuhan ibu kota, yang menewaskan 170 orang dan melukai 6.000 lainnya.
Warga Lebanon yang marah menuntut pemerintah mundur karena tidak mampu mengurus negara dan kesal dengan korupsi yang mengakar di pemerintahan.
Dikutip dari CNN, 17 Agustus 2020, Presiden Aoun menanggapi kemungkinan apakah dirinya akan mundur selama wawancara dengan media berbahasa Prancis BFM pada Sabtu. "Ini tidak mungkin, karena ini akan menyebabkan kekosongan kekuasaan. Pemerintah mundur. Coba bayangkan saya mundur. Siapa yang akan menjamin kelangsungan kekuasaan?"
"Jika saya mengundurkan diri, seseorang perlu mengadakan pemilihan segera. Tetapi situasi negara saat ini tidak memungkinkan penyelenggaraan pemilihan seperti itu," kata Aoun.
"(Penyelidikan) tidak akan dapat diselesaikan dengan sangat cepat seperti yang kita inginkan," kata Aoun ketika ditanya tentang hasil penyelidikan ledakan.
Presiden Aoun mengatakan dia telah meminta dewan yudisial untuk mengawasi penyelidikan itu dan meminta hakim independen untuk menyelidiki.
Ledakan besar yang menghancurkan separuh ibu kota Lebanon pada 4 Agustus memicu protes berujung bentrok terhadap pemerintah.
Sepekan setelah ledakan dan demonstrasi di Lebanon semakin memanas, Hassan Diab mengumumkan pengunduran diri kabinetnya. Presiden Michel Aoun menerima pengunduran diri Hassan Diab pada Senin pekan lalu dan meminta pemerintah untuk tetap dalam kapasitas sebagai pengurus sampai kabinet baru dibentuk, Al Jazeera melaporkan.
"Kejahatan ini adalah akibat dari korupsi yang lebih besar dari negara," kata Diab dalam pernyataan yang disiarkan televisi.
Lebanon sudah terperosok dalam krisis ekonomi beberapa bulan sebelum ledakan. Mata uang Lebanon telah kehilangan sekitar 70% nilainya dari dolar AS sejak Oktober lalu dan Bank Dunia memperkirakan bahwa setengah dari populasinya akan menjadi miskin pada tahun 2020.
Akhir pekan lalu, komunitas internasional menjanjikan sekitar US$ 300 juta (Rp 4,4 triliun) bantuan ke Lebanon selama konferensi donor yang diselenggarakan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron dan dihadiri oleh Presiden AS Donald Trump dan kepala negara lainnya.