Kisah Wali Kota Minneapolis Hadapi Kasus Besar Polisi Rasis
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 30 Mei 2020 10:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wali kota Minneapolis Jacob Frey terguncang dan marah atas peristiwa kekejaman polisi rasis terhadap pria kulit hitam George Floyd di saat kota ini tengah menghadang penularan wabah virus corona.
Kota Minneapolis berubah jadi area unjuk rasa ribuan orang selama 3 hari sejak Selasa lalu setelah video rekaman penganiayaan polisi terhadap Flyod beredar di media sosial. Amarah membuncah ketika mereka tahu Floyd, penjaga keamanan di satu kelab malam di kota itu, akhirnya tewas di rumah sakit.
Peristiwa kekejaman polisi bernama Derek Chauvin itu terjadi saat Frey baru dua tahun menjabat sebagai wali kota Minneapolis.
Frey kelahiran Virginia dekat Washington D.C jatuh hati pada kota ini ketika dia mengikuti perlombaan maraton beberapa tahun sebelumnya.
Frey merupakan mantan atlit profesional yang beralih profesi menjadi wali kota Minneapolis. Dia pindah ke Minneapolis setelah menyelesaikan kuliah hukumnya dari Universitas Villanova di dekat Philadelphia tahun 2009.
Selama 4 tahun dia menjadi anggota dewan kota dan terpilih sebagai wali kota tahun 2018.
Frey menyaksikan buruknya reputasi polisi di Minneapolis. Peristiwa-peristiwa berlatar rasis yang dilakukan polisi menjadi alasan Frey untuk memprioritaskan reformasi di tubuh kepolisian Minneapolis.
Kota ini mencatat kasus-kasus rasial berskala besar seperti penembakan polisi terhadap seorang pria kulit hitam Jamar Clark tahun 2015 dan kematian seorang perempuan kulit putih Justine Ruszczyk tahun 2017.
Kota ini pun membuat perubahan dalam populasinya dalam kurun waktu 10 tahun, yakni pertumbuhan populasi kulit hitam Afrika-Amerika sebesar 36 persen atau 95 ribu dalam periode 2010 hingga 2018.
Kepemimpinan Frey dianggap berhasil mempersatukan penduduk Minneapolis. Dia pun mendapat penghargaan atas kerja kerasnya di bidang hak sipil di Minneapolis.
"Menjadi hitam di Amerika tidak seharusnya dihukum mati," kata Frey menanggapi kematian Flyod, sebagaimana dilaporkan Reuters, 30 Mei 2020.
Frey menunjukkan ketegasan sikapnya dengan memerintahkan penangkapan Derek Chauvin, polisi yang menekan lututnya ke leher Flyod dalam posisi tergeletak di tanah dengan kedua tangan diborgol.
Chauvin mengabaikan perkataan pria itu: "Tolong, saya tidak dapat bernapas. Flyod tewas di rumah sakit.
Chauvin dipecat bersama empat rekannya yang saat itu berada di lokasi peristiwa tanpa memberikan pertolongan apapun.
Namun unjuk rasa 3 hari itu memunculkan pertanyaan tentang reputasi Frey sebagai wali kota Minnieapolis. Apalagi unjuk rasa itu diwarnai dengan pengrusakan toko dan kantor polisi.
Menurut David Schultz, profesor ilmu politik di Universitas Hamline di St. Paul, Frey seorang pemimpin terkemuka di kota itu. Kini dia dihadapkan dengan tantangan keraguan atas kepemimpinannya.
"Dia harus keluar dari tidak hanya masalah perbedaan ini, tetapi sekarang mengatasi kehancuran," kata Schultz.
Frey pun kemarin menjadi target partai Republik pendukung Presiden Donald Trump karena tidak dapat memadamkan kerusuhan yang diwarnai dengan pengrusakan toko dan pembakaran kantor polisi dipicu polisi rasis.
Oktober lalu, Presiden Trump lewat Twitter menjuluki wali kota Minneapolis itu sebagai radikal yang tersisa dari partai Demokrat.