Perbedaan Sidang Pemakzulan Trump, Clinton, dan Nixon
Reporter
Non Koresponden
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Kamis, 6 Februari 2020 13:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Usai sudah sidang pemakzulan Presiden Amerika Donald Trump pada hari Rabu, 5 Februari 2020 waktu Amerika. Sidang yang memakan waktu 135 hari, melibatkan 17 saksi, serta menghasilkan 28 ribu halaman dokumen itu berakhir dengan kemenangannya. Namun, di satu sisi, juga berakhir dengan masih menggantungnya keterangan soal sejauh mana Trump memaksa Ukraina untuk menginvestigasi Joe Biden.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, rangkaian pemakzulan Trump berawal dari temuan anggota parlemen Demokrat bahwa Trump telah menahan bantuan militer ke Ukraina untuk kepentingan politiknya. Trump meminta pemerintah Ukraina untuk mematai-matai dan menginvestigasi peran Joe Biden di perusahaan gas Burisma. Trump menyakini Biden, yang diprediksi menjadi rivalnya di Pemilu 2020, telah melakukan praktik korupsi di perusahaan itu.
Tak adanya saksi kunci di sidang pemakzulan Trump menjadi penyebab kenapa detil perkara di Ukraina tidak terungkap lengkap. Senator Republikan, yang jumlahnya mendominasi di Senat Amerika, menghalangi upaya anggota parlemen untuk memanggil saksi kunci dan meminta dokumen-dokumen penting. Salah satu saksi kunci yang dihalangi untuk bisa hadir adalah John Bolton.
Bolton, yang pernah bekerja sebagai penasihat keamanan nasional, membenarkan bahwa Trump menugaskannya untuk meminta Ukraina menginvestigasi Biden. Bolton siap bersaksi untuk itu. Namun, dalam hitung suara, hanya 49 dari 100 senator Amerika yang mendukung pemanggilannya. Hal itu menjadi penentu kenapa Trump sudah dipastikan akan lolos dari pemakzulannya pada Rabu kemarin.
"Kami sudah menunjukkan dan kami menyakini bahwa segala hal yang dilakukan (Trump) bersifat korup. Kalau ada mau tahu lebih banyak, tanyalah ke John Bolton," ujar anggota parlemen Demokrat, Adam Schiff, yang memperkarakan Trump.
Senator Republikan John Thune membalas, "Kita bisa memperdebatkan pertimbangan presiden terkait kesepakatannya dengan Ukraina atau bahkan menyatakan dia melakukan hal yang tak pantas. Tapi, dakwaan dari parlemen terlalu kabur untuk memenuhi syarat pemakzulan."
Sidang Trump kontras dengan sidang pemakzulan mantan Presiden Amerika Bill Clinton dan Richard Nixon. Walau keduanya sama-sama berujung pada putusan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, keduanya mengungkap hal detil perihal praktik kotor Clinton dan Nixon.
Bill Clinton, di tahun 99, disidang karena skandal perselingkuhannya dengan pegawai magang Gedung Putih, Monica Lewinsky. Dalam persidangan, segala detil tentang hubungan tersebut diungkap, bahkan hingga ke hal yang sensitif. Tidak berhenti di situ, upaya Clinton menutup-nutupi investigasi hubungannya dengan Lewinsky juga dibedah.
Hal yang sama berlaku untuk Nixon. Tahun 1973, Ia disidang untuk skandal Watergate di mana ia memerintahkan bawahannya untuk memata-matai Komite Nasional Partai Demokrat. Nixon bahkan meminta mereka untuk menyelinap masuk kantor komite dan memasang alat sadap agar dirinya bisa selalu satu langkah di depan.
Upaya itu gagal dan, dalam sidang pemakzulan, detil upaya tersebut dibedah hingga tuntas. Bahkan, rekaman percakapan Nixon dengan bawahan-bawahannya juga diperdengarkan. Isi rekaman tersebut sangat vulgar, sampai-sampai Nixon memilih untuk mengundurkan diri dibandingkan dimakzulkan. Ironisnya, sidang memutuskan untuk tidak memakzulkan Nixon.
Walau sidang Trump tidak sedetil sidang keduanya, Partai Demokrat belum menyerah. Mereka masih mengejar detil-detil baru soal hubungan Trump dan Ukraina. Target mereka sekarang adalah memastikan citra Trump turun sebelum Pemilu AS 2020 pada November nanti.
"Tentu saja Presiden Trump akan mengklaim bahwa ia bebas dari segala tuduhan. Tapi, kami tahu banyak tentang dirinya. Ia tidak benar-benar diadili dalam persidangan," ujar senator Demokrat, Chuck Schumer.
Trump, sementara itu, sudah menyiapkan slogan kampanye: Trump 4EVA.
ISTMAN MP | REUTERS | CNN