Jared Kushner: Palestina Tak Layak Merdeka Jika Tak Penuhi Syarat

Selasa, 4 Februari 2020 06:00 WIB

Penasihat Trump Jared Kushner mendengarkan ketika Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Kabinetnya di Gedung Putih di Washington, AS, 16 Agustus 2018. [REUTERS / Kevin Lamarque]

TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat senior Donald Trump, Jared Kushner, mengatakan jika Palestina tidak memenuhi syarat di bawah proposal perdamaian Timur Tengah yang digagas Amerika Serikat, maka Israel tidak harus mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.

Hal ini disampaikan Kushner saat wawancara dengan Fareed Zakaria dari CNN, 3 Februari 2020.

Saat wawancara, Fareed Zakaria meminta Kushner untuk menjabarkan syarat dalam perjanjian tersebut, yang memungkinkan Palestina membentuk negara merdeka.

Kushner menjabarkan syarat untu Palestina, termasuk kebebasan pers, pemilu bebas, jaminan kebebasan beragama, lembaga peradilan dan keuangan independen, seperti transparansi di negara Barat.

Namun, Fareed Zakarian menanggapiu bahwa tidak ada negara Arab saat ini yang memenuhi krieria yang dituntut untuk Palestina dalam empat tahun ke depan.

Advertising
Advertising

"Bukankah ini hanya cara untuk memberi tahu orang-orang Palestina bahwa mereka tidak akan benar-benar mendapatkan negara," tanya Zakaria. "Karena...jika tidak ada negara Arab hari ini dalam posisi yang Anda tuntut dari orang-orang Palestina sebelum mereka dapat mendirikan negara, secara efektif, ini adalah amendemen pembunuh."

Jared Kushner bersusah payah menanggapi pertanyaan Zakaria.

"Apakah Anda mengatakan bahwa kita seharusnya tidak memiliki kriteria ini, mengatakan, Anda tahu, 'Tidak apa-apa jika Anda tidak ingin menghormati hak asasi manusia, jika Anda ingin tidak membiarkan orang berbicara dengan bebas, jika Anda tidak ingin memiliki minat di dalamnya'," kata Kushner. "Pertanyaannya adalah, bagaimana kita membuat Israel membuat kompromi dengan sengketa wilayah?"

Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjalan ke Kantor Oval Gedung Putih di Washington DC. [Kevin Lamarque / Reuters]

Kushner kemudian memaparkan ringkasan sejarah konflik, mencatat bahwa Israel telah menjadi "kekuatan besar" meskipun "diserang berkali-kali dalam sejarah."

"Sebaliknya, warga Palestina terjebak di bawah aturan yang Anda miliki sekarang," kata Kushner. Kushner menggambarkan sistem itu sebagai "negara polisi" dan mencatat bahwa itu bukan demokrasi yang berkembang pesat.

"Untuk Palestina, jika mereka ingin rakyatnya menjalani kehidupan yang lebih baik, kami sekarang memiliki kerangka kerja untuk mewujudkannya," kata Kushner.

"Jika mereka tidak berpikir bahwa mereka dapat menegakkan standar ini, maka saya tidak berpikir kita bisa membuat Israel mengambil risiko untuk mengakui mereka sebagai negara, untuk memungkinkan mereka memerintah diri mereka sendiri, karena satu-satunya hal yang lebih berbahaya dari apa yang kita miliki sekarang adalah situasi gagal."

Kepala perunding Palestina Saeb Erakat mengecam pernyataan Kushner yang secara sepihak memutuskan seperti apa penyelesaian damai tanpa melibatkan dua pihak.

"Apa yang tersisa untuk dinegosiasikan? Ketika saya mengatakan masalah ini harus dinegosiasikan antara kami dan Israel secara langsung, Kushner menjawab dengan memanggil saya negosiator yang gagal, tidak dapat bernegosiasi. Dia bernegosiasi atas nama saya karena dia tahu lebih baik daripada saya. Ini adalah seni mendikte, arogansi, dan memeras," kata Erekat.

Saeb Erekat belum berhubungan langsung dengan pemerintahan Trump selama dua tahun lebih dan bukan bagian dari presentasi rencana tersebut, yang dihadiri oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

Dikuti dari Haaretz, pada Sabtu seorang diplomat Arab mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak mengungkapkan rincian lengkap rencana perdamaian Timur Tengah-nya kepada negara-negara Arab sebelum perilisannya, yang menurut diplomat itu adalah alasan mengapa perwakilan dari tiga negara Arab menghadiri acara pembukaan pekan lalu, sebuah langkah yang dikritik tajam oleh Palestina.

Trump telah menggambarkan "Kesepakatan Abad ini" sebagai solusi dua negara yang realistis, tetapi kesepakatan sepihak itu hanya memenuhi hampir setiap permintaan utama Israel dan segera ditolak oleh Palestina.

Berita terkait

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

6 jam lalu

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

Sejumlah perusahaan asal Israel diduga menjual teknologi pengintaian atau spyware ke Indonesia. Terungkap dalam investigasi gabungan Tempo dkk

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

8 jam lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

AJI Jakarta Ikut Tolak Project Cloud Google untuk Israel, Ini Alasannya

9 jam lalu

AJI Jakarta Ikut Tolak Project Cloud Google untuk Israel, Ini Alasannya

AJI Jakarta dengungkan boikot terhadap project cloud yang dikerjakan Google untuk Israel. Momentumnya diselarasakan dengan Hari Buruh 1 Mei.

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

14 jam lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo Ungkap Perusahaan Israel Diduga Pasok Spyware ke Indonesia sejak 2017

15 jam lalu

Investigasi Tempo Ungkap Perusahaan Israel Diduga Pasok Spyware ke Indonesia sejak 2017

Empat perusahaan Israel diduga memasok spyware dan surveillance ke Indonesia sepanjang 2017-2023. Polri jadi salah satu sasaran target pengguna.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

15 jam lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

16 jam lalu

10.000 Warga Palestina Hilang di Gaza, 210 Hari Sejak Serangan Israel Dimulai

Sejauh ini, 30 anak telah meninggal karena kelaparan dan kehausan di Gaza akibat blokade total bantuan kemanusiaan oleh Israel

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

16 jam lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

17 jam lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya

Ratusan Mahasiswa Universitas Indonesia Gelar Aksi Simbolik UI Palestine Solidarity Camp

17 jam lalu

Ratusan Mahasiswa Universitas Indonesia Gelar Aksi Simbolik UI Palestine Solidarity Camp

Ratusan mahasiswa Universitas Indonesia menggelar aksi solidaritas bagi warga Palestina dan mahasiswa di Amerika yang diberangus aparat.

Baca Selengkapnya