TEMPO.CO, Jakarta - Gencatan senjata di Suriah tidak berjalan sesuai harapan. Serangan udara masih terjadi dan menewaskan belasan orang di Idlib, Suriah. Adapun Idlib adalah benteng pertahanan terakhir oposisi yang menentang rezim Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.
"15 orang terbunuh di kawasan pasar dan industri dekat Idlib," sebagaimana dikutip dari CNN, Kamis, 16 Januari 2020.
Menurut keterangan warga setempat, serangan ke Idlib terjadi sebanyak dua kali. Dan, sepanjang Rabu kemarin, pesawat tempur terbang mengelilingi Idlib yang menandakan kota tersebut telah menjadi target.
"Setidaknya ada lima pesawat yang menjadikan Idlib sebagai target," ujar salah seorang warga setempat, Mohammad Kafranbel.
Sejak gencatan senjata diumumkan pada 4 hari lalu, memang tidak pernah terlihat niatan dari rezim Bashar al-Assad untuk mematuhinya. Pesawat tempur tetap terbang mengeliling kawasan-kawasan yang ditandai sebagai basis oposisi.
Bashar al-Assad sendiri, beberapa bulan terakhir, memang menunjukkan tendensi untuk terus menyerang oposisi. Dengan bantuan armada udara dari Rusia, ia meningkatkan serangan ke sisi utara Suriah di mana pasukan oposisi serta tiga juta warga Suriah menetap.
Bashar mengklaim bahwa serangan-serangan yang ia lakukan adalah untuk menjatuhkan teroris. Namun, pada kenyataannya, serangan-serangan yang dilancarkan kerap memakan korban warga sipil.
Lembaga non pemerintah yang berbasis di Suriah, White Helmets, pesimistis keadaan akan membaik pasca serangan ke Idlib. Menurut mereka, sudah terlalu sering gencatan senjata tidak dipatuhi dan berakhir dengan pertumpahan darah. Mereka menyamakan apa yang terjadi seperti kaset rusak yang terus berputar tanpa akhir.
"Apa yang terjadi adalah skenario yang berulang-ulang, berakhir dengan gagalnya gencatan senjata," ujar White Helmets dalam keterangan persnya.