SOROTAN: 3 Negara Mengincar Rudal S-400, Amerika Berkeberatan
Selasa, 9 Juli 2019 17:01 WIB
TEMPO.CO, New Delhi – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengunjungi India untuk membicarakan isu rencana pembelian sistem anti-rudal S-400 buatan Rusia oleh New Delhi.
Baca juga: Amerika Minta India Batalkan Pembelian Sistem Anti-Rudal S-400
AS selama ini merasa berkeberatan dengan rencana India merealisasikan kesepakatan pembelian sistem anti-rudal canggih ini. Perdana Menteri India, Narendra Modi, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, meneken kesepakatan jual-beli sistem pertahanan ini pada Oktober 2018 di ibu kota New Delhi.
“Ada perbedaan mendalam terkait isu ini,” kata Deo, seorang analis politik yang pernah menjadi diplomat India di AS seperti dilansir Reuters pada Rabu, 26 Juni 2019.
Modi menandatangani rencana pembelian salah satu sistem anti-serangan udara tercanggih dunia saat Putin mengunjungi Delhi pada 5 Oktober 2018. Kedua pemimpin sempat berpelukan usai penandatangan kesepakatan sejumlah kerja sama militer dan teknologi oleh kedua negara.
Baca juga: Amerika Serikat Peringatkan India Jika Beli S-400 Rusia
Belakangan beredar kabar, India membayar pembelian sistem senjata mahal ini bukan dengan mata uang dolar melainkan rupee, yang membuat transaksi pembelian ini semakin mudah dan menarik bagi India.
Nilai transaksi pembelian S-400 Triumf ini sekitar US$5.4 miliar atau sekitar Rp76.4 triliun. New Delhi bakal memasang sistem anti-rudal ini di perbatasan dengan Cina, yang kerap dilanda ketegangan dan memiliki panjang sekitar 4.000 kilometer.
Rencananya Rusia bakal mulai mengirim lima skuadron sistem S-400 Triumf, yang merupakan upgrade dari sistem S-300, pada Oktober 2020.
Dalam pernyataannya pasca pertemuan dengan Putin saat itu, Modi mengatakan,”Dalam dunia yang cepat berubah, hubungan kedua negara tumbuh dengan cepat dari titik kekuatan ke titik kekuatan berikutnya.”
Pemerintah AS menyatakan keberatan atas rencana India membeli S-400 karena adanya UU Melawan Musuh Amerika Lewat Pengenaan Sanksi atau CAATSA.
Baca juga: Kenapa Amerika Serikat Cemas Turki Beli S-400 Rusia?
“Kami mendesak semua pihak sekutu dan mitra termasuk India untuk meninggalkan rencana transaksi itu denan Rusia, yang bisa memicu pelaksanaan UU CAATSA. Kami meminta India mencari alternatif lain,” kata pejabat AS seperti dilansir Sputnik News pada Juni 2019.
UU CAATSA ini dibuat untuk mengenakan sanksi kepada negara yang membeli senjata dari Rusia, yang dianggap musuh dan disahkan pada Agustus 2017 oleh Presiden Donald Trump.
Saat itu, ada temuan adanya upaya sabotase oleh tim peretas dari Rusia terhadap jaringan listrik di AS. Isu lainnya adalah intervensi sejumlah orang Rusia dalam pemilu 2016 di AS untuk memenangkan Trump.
India bukan satu-satunya yang membeli S-400, yang masih satu level di bawah S-500. Sistem S-500 ini tidak dijual dan hanya digunakan secara eksklusif oleh militer Rusia.
Negara lainnya yang juga membeli S-400 ini adalah Cina, Turki, dan Qatar. Pemerintah Cina dan Rusia telah menyepakati pembelian S-400 ini pada 2014. Pengiriman sebagian skuadron rudal anti-serangan udara ini telah berlangsung ke Cina meskipun tidak diumumkan.
Baca juga: Pakar Sebut Alasan AS Takut S-400 karena Bisa Jatuhkan F-35
Meskipun Cina bukanlah mitra, pemerintah AS tetap mengenakan sanksi kepada unit militer Cina pasca pembelian sistem rudal ini, yang memiliki jarak tempuh rudal antara sekitar 150 – 400 kilometer.
Sanksi AS ini menyasar langsung Departemen Pengembangan Peralatan Angkatan Bersenjata Cina dan kepalanya yaitu Li Shangfu pada September 2018.
Turki juga mendapat tekanan hebat dari AS agar membatalkan pembelian S-400 Triumf, yang bakal mulai dikirim Rusia pada Juli 2019. AS menghentikan program pelatihan pilot Turki untuk jet tempur F-35, yang merupakan generasi kelima dan bisa terbang secara vertikal.
Baca juga: India Beli Rudal S-400 Canggih Rusia, Amerika Beri Sanksi
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden AS Trump mencari jalan keluar soal S-400 ini di sela-sela pertemuan puncak G-20, yang berlangsung di Osaka, Jepang pada 28 – 29 Juni 2019. Pembicaraan Turki dan AS, yang digelar di markas NATO pada 26 Juni 2019, belum mencapai kesepakatan.