Prancis Dilanda Unjuk Rasa Pekan Ketiga, 100an Orang Ditangkap
Minggu, 2 Desember 2018 07:29 WIB
TEMPO.CO, Paris – Polisi Prancis menembakkan gas air mata dan kanon air untuk membubarkan para pengunjuk rasa jaket kuning, yang berupaya menembus barikade pengamanan kawasan Champs Elysees di Paris pada Sabtu, 1 Desember 2018.
Baca:
Sekitar 122 orang telah ditangkap akibat unjuk rasa rusuh, yang dituding akibat penyusupan kelompok kanan dan kiri jauh.
Ini merupakan unjuk rasa ketiga yang digelar warga untuk memprotes kebijakan kenaikan pajak bahan bakar minyak, yang diterapkan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron sejak akhir 2017.
Warga menilai pajak ini mengerek harga dari barang-barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari.
Baca:
“Para preman adalah minoritas dan tidak punya tempat dalam unjuk rasa ini,” kata Benjamin Griveaux, juru bicara pemerintah kepada televisi lokal LCI seperti dilansir Reuters dan CNBC pada Sabtu, 1 Desember 2018 waktu setempat.
Tiga polisi dan tujuh pengunjuk rasa terluka akibat protes ini. Para pengunjuk rasa telah beraksi sejak tiga pekan terakhir, yang diawali aksi unjuk rasa sekitar 280 ribu orang pada tiga pekan lalu. Mereka menutup jalan, terowongan dan jembatan di berbagai kota di Prancis untuk memprotes Macron, yang memasuki masa jabatan 18 bulan.
Baca:
Pada unjuk rasa dua pekan lalu, sekelompok demonstran bertopeng dan mengenakan tudung berjibaku dengan polisi antihuru-hara. Mereka membakar barikade dan melempari polisi dengan batu. Ini membuat suasana Kota Paris menegang dengan tumpukan barikade ringsek di sekitar kawasan Champs Elysees.
Pada unjuk rasa ketiga ini, beberapa ratus orang jaket kuning duduk di bawah Tugu Kemenangan atau Arc de Triomphe di sekitar Champs Elysees sambil menyanyikan lagu La Marseillaise, yang merupakan lagu kebangsaan. Mereka lalu meneriakkan agar Macron mengundurkan diri. Pengunjuk rasa juga menyatakan gerakan jaket kuning bakal menang.
Baca:
Pada Sabtu pagi di Paris, polisi memperkirakan ada sekitar 2000 pengunjuk rasa di sekitar kawasan Champ Elysees. Sedangkan di seluruh Prancis, polisi mengatakan ada sekitar 31 ribu pengunjuk rasa dan 582 blokade dibuat.
“Pesan apa yang ingin disampaikan jaket kuning hari ini? Bahwa kita bisa membakar Prancis atau mencari solusi? Saya menilai tindak kekerasan dalam unjuk rasa ini absurd,” kata Jacline Mouraud, salah seorang aktivis di dalam gerakan jaket kuning, kepada televisi BFM.
Namun, seorang pengunjuk rasa pensiunan menilai pemerintah Prancis tidak mendengarkan keluhan warga. Soal keluhan ini, Presiden Macron mengatakan dia memahami kemarahan para pemilih terkait tekanan ekonomi akibat harga bahan bakar bagi rumah tangga. Namun, dia menegaskan tidak akan mengubah kebijakan akibat tekanan para preman.