Sebulan Kematian Jamal Khashoggi, AS-Turki Saling Cabut Sanksi
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Sabtu, 3 November 2018 17:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat dan Turki telah mencabut sanksi terhadap pejabat tinggi di pemerintahan masing-masing, sebulan setelah pembunuhan Jamal Khashoggi dan pembebasan Pendeta Andrew Brunson.
Pencabutan sanksi pertanda menghangatnya hubungan diplomatik antara dua sekutu NATO setelah Turki membebaskan seorang pendeta AS pada 12 Oktober atas tuduhan terlibat dalam kudeta gagal terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Baca: Ditahan Terkait Teror, Pastor Andrew Brunson Tinggalkan Turki
Dilaporkan dari New York Times, 3 November 2018, sebelumnya Trump telah memberlakukan sanksi finansial terhadap dua pejabat Turki pada Agustus untuk menghukum Turki karena menahan pendeta AS, Andrew Brunson. Sebagai balasan, Turki menjatuhkan sanksi pada Jaksa Agung AS Jeff Sessions dan Kirstjen Nielsen, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS.
Di Ankara, Hami Aksoy, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, mengatakan pencabutan sanksi terhadap Sessions dan Nielsen adalah balasan yang sesuai prinsip timbal balik, yang merupakan dasar praktik diplomatik.
Hami mengatakan sanksi larangan perjalanan ke Turki, pembekuan aset di Turki dan larangan transaksi keuangan dengan orang atau badan di Turki, telah dicabut sejalan dengan pencabutan sanksi yang dijatuhkan terhadap Menteri Kehakiman Turki, Abdulhamit Gul , dan Menteri Dalam Negeri, Suleyman Soylu.
Baca: AS Tuntut Turki Bebaskan Pastor Brunson Bila Ingin Lira Kuat
Departemen Keuangan AS memperbarui daftar individu yang terkena sanksi pada Jumat 2 November dan menghapus dua pejabat Turki dari daftar.
Sementara itu, pejabat Turki mengatakan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, berbicara dengan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis lewat telepon.
"Dua menteri bertukar pandangan tentang hubungan pertahanan bilateral, Suriah, dan kontraterorisme," menurut pernyataan kementerian Turki.
Pembebasan Pendeta Brunson terjadi seminggu setelah hilangnya Jamal Khashoggi, seorang kritikus rezim Saudi dan kolumnis Washington Post, di dalam konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober.
Pejabat Turki meyakini para pejabat Saudi telah membunuh Khashoggi di dalam konsulat, plot yang Presiden Trump dan pejabat Amerika lainnya akui, meskipun ada kerja sama mutualisme antara Gedung Putih dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
Baca: Erdogan: Otak Pembunuh Jamal Khashoggi di Level Tertinggi Saudi
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dalam pernyataannya pada 2 November, mengatakan perintah untuk membunuh jurnalis Jamal Khashoggi berasal dari tingkat tertinggi pemerintahan Saudi, seperti dilaporkan Washington Post. Erdogan juga menuntut dalang di balik pembunuhan Khashoggi dibongkar.
Erdogan, dalam sebuah artikel terbuka di surat kabar yang dikutip dari Reuters, mengatakan dia tidak percaya bahwa Raja Salman telah memerintahkan pembunuhan Khashoggi, namun Erdogan juga menahan diri untuk menuduh putra mahkota.
Pekan lalu seorang penasihat untuk Erdogan mengatakan bahwa Mohammed bin Salman, diketahui, memiliki keterlibatan tak langsung atas pembunuhan Khashoggi. Komentar ini adalah yang paling tajam dari seornag yang dekat dengan Erdogan kepada MBS perihal teka-teki kematian Jamal Khashoggi.
Baca: Soal Jamal Khashoggi, Hatice Cengiz Tuduh Trump Tidak Bermoral
Investigasi kasus Jamal Khashoggi sudah berjalan sebulan setelah pembunuhannya, dan berdekatan dengan pembebasan Pendeta Brunson, yang dituduh memata-matai dan membantu teroris dalam kudeta 2016 melawan Presiden Recep Tayyip Erdogan Turki. Pembebasan Brunson diyakini sebagai tanda sepakat menyelesaikan perselisihan Turki-AS, dan untuk memastikan dukungan Amerika Serikat ketika Turki menuntut Arab Saudi atas pembunuhan Jamal Khashoggi.