Tabrak Kesepakatan, Jerman Jual Senjata ke Arab Saudi dan UEA
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Kamis, 20 September 2018 11:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jerman menyetujui penjualan senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, UEA meski sebelumnya koalisi pemerintah Jerman membuat kesepakatan untuk tidak menjual senjata ke negara yang terlibat kejahatan perang di Yaman.
Menurut laporan Deutsche Welle, Kamis, 20 September 2018, Menteri Ekonomi Jerman, Peter Altmaier memberikan lampu hijau untuk mengapalkan empat kenderaan militer yang dilengkapi persenjataan. Selain itu dikirim juga radar yang dapat mendeteksi lokasi awal penembakan musuh dan mampu secara tepat melakukan perlawanan balik.
Baca: Jerman Hentikan Ekspor Senjata ke Negara Terlibat Perang Yaman
Reuters melaporkan, Menteri Peter Altmaier menulis surat penjualan 4 kendaraan militer sistem penempatan artileri ke anggota parlemen.
Untuk Uni Emirat Arab, Jerman mengekspor 48 hulu ledak dan 91 homing heads untuk kapal dengan sistem pertahanan udara. Penjualan ini disepakati oleh Dewan Keamanan Federal dan sejumlah menteri bersama Merkel.
Penjualan senjata berat ke Arab Saudi dan UA awalnya tidak direstui koalisi partai Perdana Menteri Angela Merkel awal tahun ini. Kesepakatan koalisi itu menegaskan, Jerman tidak akan menjual seluruh senjatanya ke siapapun yang terlibat dalam perang sipil di Yaman.
Baca: Eropa Embargon Senjata ke Arab Saudi Akibat Perang di Yaman
Kesepakatan penjualan senjata ke Arab Saudi baru saja dikecualikan dengan persetujuan ekspor yang mensyaratkan seluruh senjata tetap tinggal di negara penerimanya.
Koalisi militer Arab Saudi terlibat dalam perang di Yaman pada tahun 2015 untuk memulihkan pemerintahan yang diakui internasional, Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi, namun disingkirkan milisi Houthi.
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi juga melakukan blokade angkatan laut di Yaman.
Baca: Gereja di Jerman Tuntut Ekspor Senjata ke Arab Saudi Dihentikan
Lebih dari 10 ribu orang telah tewas dalam perang di Yaman dan bersamaan itu terjadi krisis kemanusiaan masif dan mengancam jutaan warga Yaman menderita kelaparan berat.
Pasukan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah dituduh melakukan pelanggaran HAM dan kemungkinan keduanya akan dijerat hukum dengan tuduhan melakukan kejahatan perang.