Tepis Kudeta, Aung San Suu Kyi: Jenderal di Kabinet Cukup Manis
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Rabu, 22 Agustus 2018 14:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin pemerintahan Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan hubungan dirinya dengan militer tidak buruk dan bahkan beberapa jenderal di kabinetnya bersikap manis.
"Hubungan kami dengan militer tidaklah buruk. Jangan lupa kami punya tiga anggota kabinet yang faktanya mereka dari militer, jenderal, dan mereka semua cukup manis," kata Suu Kyi saat menjawab pertanyaan tentang apakah dia khawatir akan terjadi kudeta militer di Myanmar seperti dilansir dari Channel News Asia, Selasa, 21 Juli 2018.
Baca: Peraih Nobel Perdamaian Desak Suu Kyi Akhiri Genosida Rohingya
Suu Kyi menjelaskan itu dalam kunjungan kerjanya selama 4 hari di Singapura yang dimulai sejak kemarin, 21 Agustus.
Meski hubungan militer dan dirinya baik, namun Suu Kyi berharap amandemen konstitusi dapat mengekang pengaruh militer.
Militer menjalankan pemerintahan di Myanmar hampir selama 50 tahun sejak kudeta tahun 1962. Kemudian, junta militer berinisiatif melakukan reformasi yang dimulai dengan pembebasan Suu Kyi dari tahanan rumah pada tahun 2010.
Anak jenderal Aung San, jenderal pro demokrasi Myanmar yang kemudian tewas dibunuh, dijatuhi hukuman tahanan rumah selama sekitar 15 tahun.
Baca: Bela Rohingya, Bono Minta Suu Kyi Mundur Sebagai Pemimpin Myanmar
Amandemen konstitusi Myanmar yang dirumuskan militer pada tahun 2008 membuat Suu Kyi tidak dapat menjabat sebagai presiden sekalipun partai politik yang dia dirikan, Liga Nasional Demokrasi atau NLD menang dalam pemilu 2015.
<!--more-->
Selain isu militer Myanmar, Suu Kyi juga membahas isu etnis Rohingya di negara bagian Rakhine. Namun, Suu Kyi tidak sekalipun menyebut nama Rohingya di setiap penjelasannya.
Menurut Suu Kyi, mengatakan terorisme masih menjadi ancaman yang dapat membuat dampak buruk bukan saja bagi Myanmar tapi juga bagi negara lain di kawasan ini dan lebih luas lagi.
Pemerintahan Myanmar selama ini menolak tudingan pembersihan etnis dan menolak terjadinya kejahatan terhadap pengungsi. Sebaliknya, Myanmar menuding Rohingya sebagai teroris.
Ratusan ribu Rohingya sejak Agustus 2017 berbondong-bondong mengungsi menuju perbatasan Bangladesh akibat tindakan keras militer Myanmar di Rakhine.
Baca: Myanmar Tangkap Aktivis Pengkritik Aung San Suu Kyi
Bangladesh kemudian mendesak Myanmar untuk melakukan pemulangan kembali atau repratriasi Rohingya ke Myanmar.
Menurut Suu Kyi, sudah disediakan lokasi untuk tempat tinggal para pengungsi yang kembali dari kamp-kamp di Bangladesh.
Suu Kyi mengatakan sulit untuk menentukan kapan tepatnya pengungsi Rohingya kembali. Ia menyerahkan hal itu kepada Bangladesh untuk memulai prosesnya.
"Mereka harus dikembalikan oleh Bangladesh. Kami hanya dapat menyambut mereka di perbatasan. Menurut saya Bangladesh yang akan memutuskan seberapa cepat proses ini diselesaikan,"
ujarnya.
Aung San Suu Kyi mengingatkan bahwa di Rakhine juga tinggal etnis kecil dan kelompok agama lainnya yang hidup dengan budaya dan tradisi sendiri dan sangat damai. Pemerintah Myanmar, ujarnya, akan membantu melestarikan budaya mereka, tradisi mereka dan kesejahteraan mereka.