TEMPO.CO, Yangon – Polisi Myanmar menangkap aktivis Ngar Min Swe di rumahnya dengan tuduhan menyebarkan hasutan atau kebencian terhadap pemerintah.
Ngar Min Swe pernah menulis kolom opini di media pemerintah “The Global New Light of Myanmar”, yang dikendalikan junta militer. Tulisan ini menyoroti krisis kemanusiaan yang terjadi di negara Rakhine state dan membuat sekitar 700 ribu warga etnis minoritas Rohingya melarikan diri akibat serangan kelompok militer dan milisi garis keras.
Baca:
Kisah Kejamnya Tentara Myanmar Membantai Etnis Rohingya
Jurnalis Reuters Peliput Rohingya Dituntut ke Pengadilan Myanmar
Sebelumnya, Ngar Min Swe juga sedang diselidiki terkait sebuah kasus yang terjadi pada 2017. Saat itu dia mengunggah tulisan di jejaring sosial Facebook mengenai Suu Kyi. Kasus hukum ini memiliki ancaman dua tahun penjara jika dia sampai dinyatakan bersalah.
“Ngar Min Swe ditangkap di rumahnya dan terancam hukuman seumur hidup berdasarkan undang-undang anti kebencian yang berlaku di Myanmar,” begitu dilansir Reuters, Jumat, 13 Juli 2018.
Berita penangkapan ini dilansir di situs berita Eleven Media, yang merupakan salah satu media besar di Myanmar. Seorang polisi di kota Hlaing, yang menjadi lokasi penangkapan, mengatakan Ngar Min Swe dibawa ke pengadilan distrik barat di Kota Yangon pada Jumat. Petugas yang menolak diidentifikasi ini juga enggan menceritakan alasan penangkapan Ngar Min Swe.
Baca:
Kritik Rohingya Meluas, Oxford Turunkan Potret Aung San Suu Kyi
Sebuah foto yang menampilkan Ngar Min Swe dengan dua orang petugas polisi beredar di jejaring Facebook di sebuah akun dengan nama Sar Min Swe. Menurut akun itu, Ngar Min Swe ditangkap menggunakan pasal 124A hukum pidana mengenai orang yang menyuarakan ketidak-sukaan terhadap pemerintah dengan ancaman seumur hidup.
Aktivisi HAM mengkritik penahanan ini karena menunjukkan kebebasan berekspresi di Myanmar justru menurun pada masa pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang pernah mendapat hadiah Nobel Perdamaian. Mereka mengkhawatirkan adanya upaya untuk membalik kebebasan berekspresi ini seperti pada era kekuasaan junta militer.
“Sama sekali tidak adil untuk mengenakan tuduhan kepada seseorang menggunakan undang-undang itu yang bisa menjatuhkan hukuman untuk ucapannya,” kata Maung Saung Kha, aktivisi kebebasan berekspresi yang berbasis di Yangon.
Euronews melansir sejak Suu Kyi berkuasa pada 2016, organisasi kebebasan berekspresi Athan mencatat pemerintahan Myanmar telah menahan 38 jurnalis. Ini termasuk dua orang jurnalis Reuters yang sedang menjalani pengadilan setelah menulis laporan mengenai pelanggaran HAM tentara Myanmar terhadap warga etnis Rohingya. Keduanya diproses hukum menggunakan UU Rahasia Negara.