Bangladesh: Penyelundup Narkoba Manfaatkan Pengungsi Rohingya
Reporter
Yon Yoseph
Editor
Budi Riza
Jumat, 6 Oktober 2017 15:01 WIB
TEMPO.CO, Dhaka - Pemerintah Bangladesh telah menghancurkan sekitar 20 kapal yang diduga digunakan untuk menyelundupkan obat-obatan selama terjadinya migrasi massal warga etnis Rohingya dari negara bagian Rakhine, Myanmar.
Pejabat pemerintah Bangladesh menuding kelompok penyelundup narkoba menggunakan eksodus warga Rohingya sebagai kamuflase untuk menyelundupkan obat-obatan terlarang itu.
Baca: Pangeran Charles Hapus Myanmar dari Daftar Lawatan Demi Rohingya
Baca: Kritik Rohingya, Gelar Ratu Kecantikan Myanmar Dicopot
Meskipun ada penumpang kapal yang mengatakan bahwa mereka tidak melihat obat terlarang, namun penjaga perbatasan bersikeras dengan mengatakan mereka menemukan sejumlah besar obat terlarang di dalam air.
"Operator perahu mungkin membuang obat sebelum menurunkan penumpang," kata Ariful seperti yang dilansir Reuters pada 5 Oktober 2017.
Lebih dari setengah juta Muslim Rohingya tiba di Bangladesh dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Ini terjadi karena militer Myanmar melakukan praktek pembakaran rumah dan kampung warga etnis Rohingya dengan dalih mengejar para militan Rohingya. Militan Rohingya menyerang sejumlah pos polisi pada 25 Agustus 2017.
PBB menyebut serangan balasan militer Myanmar ini sebagai “contoh jelas pembersihan etnis". PBB dan Tim Pencari Fakta meminta pemerintah Myanmar membuka akses kepada para penyelidik untuk mengumpulkan bukti-bukti kekerasan yang dialami warga Rohingya dan pemukiman mereka.
Terkait tindakan para penjaga perbatasan Bangladesh ini, para pengungsi mengaku khawatir penghancuran kapal oleh BGB akan membuat takut pemilik kapal lain untuk mengangkut warga etnis Rohingya yang masih tertinggal di Myanmar.
Seorang pengungsi, yang meminta identitasnya tidak disebutkan, mengatakan sanak keluarganya berada di antara 6.000 orang yang masih menunggu di Myanmar untuk menyeberang ke Bangladesh dengan kapal.
Rohingya, etnis tanpa status kewarganegaraan telah dituding selama bertahun-tahun oleh Bangladesh, menjadi penyelundup metamfetamin.
Penggunaan obat terlarang itu mengalami peningkatan lebih dari 2.500 persen menjadi 29,4 juta pil antara tahun 2011 dan 2016 dan polisi dan pejabat pemerintah mengatakan pengungsi Rohingya telah dimanfaatkan oleh pedagang manusia.
Pihak berwenang menyebutkan masalah obat yang terus berkembang sebagai salah satu alasan untuk memindahkan ribuan pengungsi dari kamp perbatasan mereka ke sebuah pulau di Teluk Benggala.
Myanmar dan Bangladesh juga membahas kerangka kerja untuk mengembalikan orang-orang Rohingya ke Myanmar.
Kedua negara sepakat pada hari Senin, 2 Oktober 2017 untuk mengerjakan rencana pemulangan warga Rohingya, dan seorang juru bicara pemerintah Myanmar memastikan akan ikut serta, memberi orang-orang dapat memverifikasi status mereka dengan dokumen.
REUTERS | RUSSIA TODAY | YON DEMA