TEMPO.CO, Jakarta - Mahkota ratu kecantikan Myanmar, Shwe Eain Si, dilucuti setelah berbicara mengenai kekerasan terhadap etnis Rohingya di Rakhine melalui unggahan di media sosial.
Ratu kecantikan Myanmar berusia 19 tahun ini menuturkan kehilangan gelar Miss Grand Myanmar setelah menuduh muslim Rohingya sebagai “pertanda teror dan kekerasan” dalam konflik yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine. Tuduhan itu direkam dalam video yang kemudian diunggah ke akun Facebook-nya pekan lalu.
Baca: Rohingya: Wawancara Shunlei Tokoh Muda Myanmar
Dalam video itu, Shwe Eain Si menyebut milisi pemberontak atau ARSA bertindak seolah-olah mereka tertindas, tapi kenyataannya mereka yang justru pemicu kekerasan.
Buntut pernyataannya tersebut, pihak penyelenggara kontes kecantikan Miss Grand Myanmar pada Minggu, 1 Oktober 2017, langsung mencopot gelarnya. Shwe Eain Si dianggap telah melanggar kontrak karena gagal berperilaku seperti panutan.
Tapi ratu kecantikan tersebut mengaku tidak melanggar peraturan dengan membicarakan politik.
"Ya, (saya) membuat video tentang teror gerilyawan ARSA di Rakhine, tapi itu bukan syarat untuk gagal memproyeksikan gambar seorang kontestan yang layak," ucapnya, seperti dilansir Daily Mail pada Selasa, 3 Oktober 2017.
Baca: Pemulangan Pengungsi Rohingya ke Myanmar Tanpa Libatkan PBB
Kekerasan terbaru di wilayah tersebut dimulai pada akhir Agustus lalu ketika gerilyawan menyerang pos keamanan, yang memicu tindakan keras militer.
Militer Myanmar telah dituduh melakukan pembersihan etnis dan melakukan kekejaman luas terhadap muslim Rohingya. Kampanye tersebut telah dikecam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pembersihan etnis.
Namun Myanmar membantahnya dengan menyatakan pihaknya memerangi teroris Rohingya yang mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan keamanannya.
DAILY MAILY | NEW YORK POST | YON DEMA