TEMPO.CO, Bandung - Gempa di Nepal yang berkekuatan 7,8 skala Richter pada kedalaman 15 kilometer merupakan gempa dangkal akibat tumbukan lempeng. “Secara tektonik, wilayah Nepal dibentuk dari proses tumbukan lempeng benua India yang masuk di bawah benua Eurasia dengan kecepatan 45 milimeter per tahun,” kata doktor ahli kebumian dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, kepada Tempo, Minggu, 26 April 2015.
Gempa yang terjadi pada Sabtu, 25 April lalu, itu memiliki mekanisme sesar naik dengan pergeseran maksimum pada bidang gempa mencapai 4 meter. Luas bidang yang bergeser itu mencapai 160 x 120 kilometer.
“Guncangan yang dirasakan mencapai intensitas IX atau guncangannya sangat keras sehingga menghancurkan bangunan yang dibangun tanpa kaidah rekayasa yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, menurut Irwan, pada 1934, Nepal pernah diguncang gempa sejenis dengan skala 8 skala Richter. “Setelah 80 tahun, mungkin mereka lupa pernah ada kejadian itu,” tuturnya.
Selain menghasilkan gempa, tumbukan lempeng benua India dan Eurasia itu juga pada masa lampau memunculkan Pegunungan Himalaya. “Tapi bukan gunung api karena bukan hasil tunjaman lempeng,” kata pakar gempa tersebut.
Sebelumnya diberitakan, gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang Nepal pada Sabtu lalu waktu setempat mengakibatkan lebih dari 1.800 jiwa meninggal dunia. Padahal sebagian besar ilmuwan dan ahli geologi sudah memprediksi terjadinya gempa ini. Sepekan sebelumnya, sekitar 50 ahli geologi dan ahli gempa bumi dari berbagai belahan dunia bertemu di Kathmandu, Nepal.
Mereka membicarakan soal Nepal yang kondisi geologisnya rentan terhadap gempa bumi besar. Mereka yakin gempa besar Nepal pada 1934 yang menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa akan terulang kembali.
ANWAR SISWADI