TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara melayangkan ancaman kepada Amerika Serikat. Mereka menyatakan akan mengambil tindakan yang lebih daripada sekadar uji coba nuklir. Ancaman tersebut disampaikanmelalui media pemerintah Korut, KCNA.
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa soal hak asasi manusia Korut, Marzuki Darusman, menyatakan ancaman itu tidak perlu ditanggapi berlebihan. Tindakan itu dilakukan Korut untuk mencari perhatian Amerika. Karena itu, dalam setiap ancaman, Korut selalu menyebut-nyebut AS sebagai negara nuklir yang menyebarkan sikap permusuhan.
Menurut Marzuki, Korut sudah mengukur kemampuan dan akibat yang akan dia tanggung. "Semua ancaman itu sudah terukur oleh Korut. Dia tahu ada batas-batas yang tidak mungkin dilampaui, tapi cukup untuk menimbulkan kegalauan atau kecemasan di kalangan Amerika Serikat dan Korea Selatan," kata mantan anggota tim pencari fakta pembunuhan PM Pakistan Benazir Bhutto itu, kemarin.
"Dia tahu juga tidak bisa bertahan dalam konfrontasi terbuka dengan Amerika dan Korea Selatan," ia menambahkan.
Sejak Dewan Keamanan PBB menjatuhkan resolusi baru pada 22 Januari lalu, Korut sudah melontarkan niatnya untuk membangkang. Berbagai pihak menebak-nebak kapan uji coba nuklir ketiga dilakukan. Ada yang menyebut tanggal 16 Februari, hari kelahiran mantan pemimpin Korut Kim Jong-il. Atau, 25 Februari, pelantikan presiden Korsel terpilih Park Geun-hye.
Dua uji coba nuklir pertama dilakukan bersamaan dengan hari libur di AS, yakni 9 Oktober 2006, Hari Colombus, dan 25 Mei 2009, Hari Pahlawan. Korut juga melakukan uji coba rudal di Hari Kemerdekaan AS tahun 2006. Korut juga meluncurkan roket jarak jauh hanya beberapa bulan setelah Presiden Barack Obama dilantik pertama kalinya pada tahun 2009.
Berdasarkan itu, beberapa kalangan berspekulasi Pyongyang akan mewujudkan ancamannya pada 18 Februari, Hari Ulang Tahun George Washington, yang disebut Hari Presiden. Menteri Luar Negeri Korsel memperkirakan tanggal 12 Februari saat Obama menyampaikan pidato kenegaraan.
Marzuki mengimbau pemerintah AS untuk menciptakan pendekatan yang baru dengan Korut demi perdamaian di Semenanjung. Perundingan enam pihak yang membahas masalah Korut, menurut Marzuki, tidak berguna dan hanya menjadi beban bagi Korut. Dia menilai terlalu banyak kompromi yang harus dilakukan.
"Kita tidak bisa mengandalkan Korut untuk mengubah sikap. Perubahan hanya dilakukan dengan rintisan berani Amerika," kata Marzuki. Dia menyebut masuknya Google ke Korut sebagai suatu kemajuan, meski dilakukan oleh pihak swasta AS. Pendekatan lainnya juga bisa dilakukan secara ekonomi maupun kebudayaan, sehingga memungkinkan terjadinya dialog menuju perdamaian.
THE GLOBAL TIMES | AP | WALL STREET JOURNAL | NATALIA SANTI