TEMPO Interaktif, New York:Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Selasa (12/9) kemarin resmi dibuka. Sidang ke 61, yang digelar di markas dewan di New York, ini dihadiri para pemimpin dari 191 negara anggota dewan dan sekurangnya 2.500 utusan lembaga swadaya masyarakat. Beberapa agenda utama yang akan dibahas antara lain seputar krisis nuklir Iran, terorisme global, dan konflik yang tengah berkecamuk di Darfur, Sudan. Yang tak kalah penting adalah pemilihan calon sekretaris jenderal dan proses reformasi di PBB. "PBB bukanlah 'obat mujarab' untuk menyelesaikan berbagai problem dunia," kata Presiden Sidang Umum PBB Jan Eliason, yang posisinya akan diganti Haya Rashid Al Khalifa, perempuan pertama yang jadi presiden majelis umum sejak 1969. "Problem yang dihadapi amat besar. PBB tak mungkin bekerja sendirian," tutur Eliason. Di bawah kepemimpinan Menteri Luar Negeri Swedia itu sidang majelis sukses membentuk Dewan Hak Asasi Manusia dan Komisi Perdamaian. Eliason mengigatkan reformasi di tubuh lembaga pemersatu dunia ini masih jauh dari harapan. Salah satu bukti kegagalan itu, kata dia, adalah kandasnya upaya menata kembali dan memperluas keanggotaan Dewan Keamanan. "Kami baru saja memulainya." Karena itu diakhir jabatannya Eliason berharap kedepan anggota lembaga dunia ini mampu membuktikan bahwa mereka dapat bekerja sama dengan baik. Juga kreatif dan efektif dalam segala bentuk kerjasama internasional. "Tantangan ke depan adalah apakah kita punya keinginan bersama untuk meraih kebaikan," katanya. Ia menambahkan tipisnya tenggang rasa dan saling menghargai di antara bangsa-bangsa di dunia memicu banyak problem dunia dewasa ini.Hal senada juga disampaikan presiden majelis yang baru Al Khalifa. Ia sedianya akan menyiapkan "debat umum" yang dimulai pada Selasa pekan depan. Debat akan dibuka Presiden Amerika George W. Bush. Ditutup pidato Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. dpa/gulf-daily-news/unnewscenter/andree priyanto