Aktivis Femen menggelar aksi menagnngapi kondisi politik Ukraina menolak tokoh oposisi Yulia Tymoshenko, yang dianggap sebagai boneka baru Presiden Rusia Vladimir Putin di depan menara Eiffel, Paris (25/2). (ALAIN JOCARD/AFP/Getty Images)
TEMPO.CO, Washington - Terlibatnya militer Rusia dalam konflik di Ukraina mengundang pemerintah Amerika Serikat turun tangan. Seperti yang dilansir kantor berita Reuters, Senin, 3 Maret 2014, Presiden Barack Hussein Obama memiliki sejumlah senjata ekonomi untuk menghukum Rusia. Seperti pembekuan aset yang dapat menendang Moskow dari kelompok G8 atau larangan visa bagi pejabat Rusia.
"Namun Amerika Serikat membutuhkan dukungan Eropa untuk bergabung dan memberikan sanksi yang cukup kuat terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin," demikian ditulis Reuters dalam salah satu artikelnya. (Baca: CIA Buka Motif Putin di Ukraina)
Seorang pejabat Amerika menyatakan Presiden Obama tengah mempertimbangkan sebuah perintah eksekutif yang bisa memaksa pembekuan aset dan larangan visa pejabat Rusia. Pembekuan dan larangan itu difokuskan pada pejabat Rusia yang terlibat langsung dalam intervensi di Crimea, Ukraina. (Baca juga: Yanukovych Dalang Tentara Rusia di Ukraina)
Menurut Anders Aslund dari Peterson Institue for International Economics, ekonomi Rusia saat ini sangat lemah. Segala hal yang memperlambat investasi bisa memperburuk ekonomi di sana. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir, perekonomian di sana menurun dengan sangat signifikan. Kondisinya lebih rentan ketimbang krisis 2008 yang mengempas Georgia.
"Ekonomi Rusia sangat lemah, dan dampak Putin ke Krimea akan sangat luar biasa," ujar Aslund.
Sebelumnya Presiden Putin mengirim sedikitnya 16 ribu pasukan militernya ke Crimea untuk mempertahankan legitimasi, perdamaian, dan hukum di sana. Sedangkan Presiden terguling Ukraina, Viktor Yanukovich, telah berkirim surat kepada Putin yang isinya meminta Putin menggunakan pasukannya untuk mengakhiri aksi teror dan kekerasan di Ukraina. Salinan surat itu dibagikan dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika, akhir pekan lalu.