TEMPO.CO, Yogyakarta -Perwakilan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dari Indonesia Dinna Wisnu mengatakan, modus perdagangan manusia di kawasan ASEAN beragam. Mulai dari modus kawin kontrak dengan korban perempuan miskin hingga iming-iming beasiswa S2 dengan korban perempuan terpelajar.
“Modus paling buruk bentuknya eksploitasi seksual atas nama pernikahan,” kata Dinna dalam diskusi publik bertema “The Politics of Producing Human Rights: Menelusuri Pendekatan HAM dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di ASEAN” di Ruang Seminar Timur Fakultas Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis, 31 Agustus 2017.
Baca: 85 Persen Perdagangan Manusia di ASEAN Lewat Jalur Legal
Modus tersebut banyak menimpa perempuan di Burma, Thailand, dan Vietnam yang mengalami peningkatan kasus perdagangan manusia atau Trafficking in Persons (TIP) sejak lima tahun terakhir. Sasarannya adalah perempuan dari negara-negara yang baru terbuka secara ekonomi dengan laki-laki dari negara maju.
Dalih para laki-laki tersebut adalah mencari istri yang mau hanya tinggal di rumah untuk mengurusi kebutuhan rumah tangga dan menjaga bisnisnya. “Jadi istilahnya ada bisnis mencari istri sejati,” kata Dinna.
Modusnya seperti agen biro jodoh. Tetapi perempuan-perempuan yang menjadi sasaran dipajang di jendela untuk kemudian dipilih. Mereka akan dikontrak selama tiga bulan dan bisa dikembalikan apabila tidak cocok.
Baca: Pramugari Kreatif Selamatkan Korban Perdagangan Manusia
“Ada perempuan yang setuju karena berharap dapat hidup lebih baik karena yang menikahi laki-laki kaya,” kata Dinna.
Padahal tidak menutup kemungkinan ada bentuk eksploitasi selanjutnya setelah perempuan itu dinikahi.
Kemudian yang terbaru, menurut Dinna adalah TIP dengan kedok memberikan beasiswa S2. Salah satu teman dari stafnya di Kementerian Luar Negeri nyaris menjadi korban. Dia mendapatkan email yang menyebutkan diterima sebagai mahasiswa S2 di Cina lewat program beasiswa. Namun saat ditanyakan tentang surat dari dekan kampus terkait yang menyebutkan dia diterima, tidak ada. Begitu pula bukti-bukti lainnya. Hanya surat elektronik dan kontak berupa nomer handphone.
“Saya bilang, jangan berangkat,” kata Dinn.
Dia pun meminta yang bersangkutan mengecek ke Kedutaan besar Cina di Indonesia dan Kedutaan besar Indonesia di Cina. “Yang disasar anak-anak pintar,” kata Dinna.
Baca: Perdagangan 5 Perempuan ke Malaysia, Begini Modusnya
Dia pun mengingatkan kepada publik untuk berhati-hati saat mengunggah status maupun identitas di media sosial. Termasuk ketika mengunggah prestasinya di media sosial karena bisa menjadi sasaran empuk pelaku perdagangan manusia.
“Para pelaku mempunyai jaringan untuk memetakan anda mempunyai ambisi ke mana,” kata Dinna.
Termasuk pula kasus yang menimpa sejumlah siswa di Nusa Tenggara Timur yang menjadi korban perdagangan manusia dengan modus magang di hotel. Kasus tersebut juga melibatkan peran sejumlah guru di sana yang memberikan izin kepada siswanya untuk magang.
Atas kasus-kasus yang terjadi, Dosen Sosiologi UGM Frans Vicky Djalong meminta tidak hanya pelaku perdagangan manusia saja yang ditangkap. Melainkan perlu dicari di mana negara asalnya, siapa bupatinya hingga tingkat desa. “Karena adanya keterlibatan guru itu menunjukkan adanya pelaku kekerasan struktural,” kata Frans.
PITO AGUSTIN RUDIANA