TEMPO.CO, Yangon- Human Rights Watch atau HRW mengatakan warga muslim di Myanmar semakin dipersulit untuk mendapatkan tempat beribadah dan mempelajari agama mereka, khususnya selama Ramadan tahun ini.
Peneliti HRW Divisi Asia, Richard Weir kemudian mengutip studi kasus yang dilakukan di kota Thaketa di Yangon, ibu kota Myanmar. Di Thaketa, dua madrasah ditutup pemerintah setelah terjadi tekanan besar-besaran dari kelompok Budha ultranasionalis bulan lalu.
Baca Juga:
Baca juga: Ramadan di Swiss, Dubes Djoko Maklumi Staf Telat
Sebelum ditutup, menurut warga Thaketa, madrasah diigunakan sebagai tempat ibadah selama Ramadan. Itupun mereka harus terlebih dahulu mengurus izin untuk menggunakannya.
HRW mendesak agar pemerintah Myanmar mengizinkan semua warga Burma untuk menjalankan agamanya secara bebas, termasuk membuka kembali madarasah dan melindungi minoritas dari aksi massa.
Baca juga: Lindungi Muslim dari Aksi Hate Speech, Dua Pria Ini Jadi Pahlawan
Dengan penutupan dua madrasah itu, umat muslim di Thaketa tidak punya harapan pemerintah akan membukanya kembali. Menurut Sekretaris Jenderal gabungan Dewan Urusan Agama Islam ,Wunna Shwe, hal ini sudah biasa terjadi di Mynamar.
"Berdasarkan pengalaman kami, madrasah yang ditutup tidak akan pernah buka lagi," kata Shwe seperti dikutip dari Asian Correspondent, 28 Mei 2017.
Sejak pengetatan beribadah oleh pemerintah Myanmar, umat muslim di Thaketa menjalankan ibadah Ramadan di masjid-masjid lain yang sudah kelebihan kapasitas dan dengan menempuh perjalanan beberapa jam lamanya.
ASIAN CORRESPONDENT | MARIA RITA