TEMPO.CO, Jakarta - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melaporkan penolakan terhadap puluhan ribu visa wisatawan asing menyusul kebijakan Presiden AS Donald Trump yang melarang masuknya masyarakat muslim dari tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim. Ketujuh negara itu Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman dianggap berbahaya karena diduga menjadi lokasi koordinasi dan operasi kelompok teroris.
"Kurang lebih sebanyak 60.000 visa dicabut sementara, untuk mematuhi perintah eksekutif," ujar juru bicara urusan kekonsuleran Departemen Luar Negeri AS, Will Cocks dikutip dari laman Al Jazeera, Sabtu, 4 Februari 2017.
Baca Juga: ISIS Rayakan Kebijakan Donald Trump, Ini yang Akan Terjadi
Cocks menyebutkan bahwa penolakan visa wisata itu bersamaan dengan pelarangan masuknya pengungsi dari seluruh dunia ke negeri Paman Sam, selama 120 hari
Cocks mengakui pihaknya menerima keluhan selama pemberlakukan kebijakan eksekutif baru AS tersebut, "Kami menyadari bahwa individu yang bersangkutan merasa tak nyaman selama kami melakukan review sesuai arahan eksekutif," katanya.
Para pejabat AS diketahui sempat membantah prosedur baru imigrasi tersebut sebagai gerakan anti-muslim. Trump mengatakan langkah itu diperlukan AS untuk memperketat keamanan terhadap ancaman radikal.
Kebijakan imigrasi Trump ini memicu protes dan unjuk rasa di sejumlah ruas jalan dan bandara lintas negara. Penolakan terhadap kebijakan tersebut datang dari para warga AS.
Simak: Bahas Pengungsi, Trump Mengamuk Tutup Telepon PM Australia
Saat ini perintah eksekutif terkait imigrasi tersebut ditangguhkan oleh Pengadilan Federal di Seattle, yaitu di bawah keputusan Hakim James Robart. Keputusan Robart itu muncul tak lama setelah jaksa dari empat negara bagian AS mengajukan tuntutan.
Kebijakan Trump mereka nilai tak sesuai konstitusi karena memilah individu hanya berdasarkan kepercayaan.
AL JAZEERA | CNN | YOHANES PASKALIS