TEMPO.CO, Oslo - Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dinobatkan sebagai penerima Nobel Perdamaian 2016 atas upayanya mengakhiri konflik dengan pemberontak sayap kiri yang telah berlangsung selama 52 tahun.
"Komite Nobel Norwegia memutuskan memberikan penghargaan Nobel Perdamaian 2016 kepada Presiden Kolombia Juan Manuel Santos atas upaya kerasnya untuk mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung di negaranya selama lebih dari 50 tahun," kata Kaci Kullmann Five, Ketua Komite Nobel Norwegia, saat membacakan pengumuman di Oslo, Jumat, 7 Oktober 2016.
Santos terpilih mengalahkan lebih dari 376 kandidat tahun ini. Sejumlah nama yang diusung masyarakat antara lain kelompok penyelamat Suriah Helm Putih (White Helmet), negosiator kesepakatan nuklir Iran, Svetlana Gannushkina, pegiat hak-hak migran di Rusia, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Paus Fransiskus.
Penghargaan diberikan meski kesepakatan damai antara pemerintah Kolombia dan milisi kiri, Tentara Revolusioner Kolombia (FARC), ditolak dalam referendum pekan ini. Namun upaya Santos dinilai membawa Kolombia ke arah yang lebih baik. Apalagi dia telah bersumpah untuk melanjutkan negosiasi dengan pemberontak.
Konflik yang berkepanjangan selama 52 tahun itu menewaskan 260 ribu orang dan menyebabkan enam juta warga Kolombia mengungsi. Sesuai dengan kesepakatan, FARC harus menyerahkan senjata kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam waktu 185 hari sejak perjanjian diteken.
Perekonomian Kolombia membaik sejak proses perundingan damai mulai digelar pada empat tahun terakhir. Dampak paling nyata dari kesepakatan damai adalah berkurangnya anggaran keamanan, sehingga dapat dialokasikan untuk keperluan lain.
Tahun lalu, banyak yang menduga Nobel Perdamaian diraih Paus Fransiskus atau Kanselir Jerman Angela Merkel. Namun, pada akhirnya, penghargaan diberikan kepada Kuartet Dialog Nasional Tunisia, kelompok yang mendorong dialog antarpihak di Tunisia, khususnya pasca-Revolusi Melati 2011.
TELEGRAPH | CNN | BBC | WASHINGTON POST | YON DEMA