TEMPO.CO, Bangkok - Patnaree Chankij, 40 tahun, ibu dari seorang aktivis mahasiswa terkemuka Thailand Sirawith Seritwat dihadapkan di pengadilan militer Thailand hari Senin, 1 Agustus 2016. Patnaree disidangkan atas tuduhan pencemaran nama baik kerajaan.
Penyebabnya, Patnaree menuliskan satu kata, yakni "Ya" pada pesan pribadi di Facebook. Kata yang ditulis oleh Patnaree untuk merespons kritikan kepada keluarga kerajaan oleh seorang aktivis lain yang mengirimkan pesan kepadanya.
Gara-gara satu kata itu Patnaree dijerat undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. Ia ditangkap pada Mei lalu oleh polisi Thailand. Saat itu, petugas dari Technology Crime Suppression Division menemukan pesan Patnaree.
Kasus tersebut membuat Patnaree terancam hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah dalam persidangan yang berlangsung di pengadilan militer.
"Pengadilan militer pada Senin telah menerima kasus yang diajukan oleh jaksa penuntut militer," kata pengacara Patnaree, Anon Nampaseperti yang dilansir Free Malaysia Today pada 1 Agustus 2016.
Proses pengadilan Patnaree berlangsung tertutup dan wartawan tidak diizinkan masuk, sehingga apa yang terjadi dalam persidangan tidak dapat diketahui oleh pihak luar. Bahkan pihak pengadilan sendiri menolak untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Putera Patnaree, Sirawith Seritwat adalah anggota Gerakan Demokrasi Baru dan Citizen Resistant yang giat menentang junta militer Thailand. Dia ditahan oleh pihak berwenang negeri Gajah Putih tersebut sejak 2014.
Penggunaan hukum lese majeste (pencemaran nama baik) Thailand dan pengadilan militer telah meningkat sejak Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha merebut kekuasaan pada Mei 2014 sehingga memicu kecaman internasional, termasuk dari PBB.
Sejak kepemimpinannya, Prayuth telah membuat rekor dengan mendakwa 25 hingga 30 orang yang mengunggah sesuatu di media sosial yang dianggap menghina kerajaan. Bahkan seorang pria ditangkap hanya karena membuat komentar sinis tentang anjing piaraan raja.
THE ATLANTIC|FMT|YON DEMA