TEMPO.CO, Beijing - Biro Pendidikan Tarbaghatay City (Tacheng) di utara Xinjiang, Cina, meminta kepala sekolah melarang siswanya yang beragama Islam berpuasa, pergi ke masjid, dan mengikuti aktivitas keagamaan selama Ramadan.
Seruan yang sama juga diunggah di situs Biro Pendidikan dan Sekolah Xinjiang. Pejabat di wilayah Qiemo mengumumkan pemimpin agama di sana sebaiknya meningkatkan inspeksi selama Ramadan agar stabilitas sosial terjaga.
Masyarakat di Desa Yili, dekat perbatasan Kazakstan menyatakan tiap penjaga masjid wajib mengecek kartu identitas jemaah yang melaksanakan salat di masjid selama Ramadan ini.
Tak hanya bagi pelajar, pemerintah Cina juga melarang pekerja sipil dan guru berpuasa dan mewajibkan seluruh restoran tetap buka.
"Tempat makanan akan beroperasi normal selama Ramadan," kata pemerintah seperti yang ditulis dalam pengumuman di situs administrasi makanan dan obat-obatan wilayah Xinjiang, Jinghe.
Seorang pejabat Bole dalam suatu pertemuan menjelaskan selama Ramadan jangan terikat puasa, begadang, atau kegiatan keagamaan lain.
Partai Komunis Cina memang melarang kewajiban puasa di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, sejak beberapa tahun lalu. Xinjiang berbatasan dengan Mongolia di sebelah timur, Rusia di utara, serta Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Afganistan, dan Kashmir di barat.
Penduduk asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang beragama Islam, terutama suku Uighur dan suku Kazak. Xinjiang pernah memproklamasikan diri sebagai Republik Turkestan Timur pada awal 1930-an.
Uni Soviet menindas proklamasi ini dan belakangan Cina komunis menguasai daerah ini. Pemerintah Cina kemudian mendatangkan penduduk dari etnis Han untuk tinggal di Xinjiang guna menekan dominasi etnis Uighur.
Namun identitas etnis Uighur yang beragama Islam tetap bertahan meski dikekang di bawah rezim komunis. Pimpinan kelompok Uighur mengatakan pembatasan kegiatan umat muslim di Cina justru meningkatkan ketegangan sosial. Sebelumnya, terjadi bentrokan yang menewaskan ratusan orang akibat larangan itu.
Pemerintah Cina menganggap salah satu cara menghadapi ancaman Xinjiang yaitu dengan cara mendoktrin kelompok muslim sebagai ekstremis yang menimbulkan perpecahan.
Juru bicara Kongres Uighur Dunia, Dixat Rexit, mengatakan tujuan Cina melarang Uighur berpuasa agar keyakinan mereka luntur dan terpecah belah. Menurut dia, kebijakan larangan berpuasa adalah provokasi serta hanya menciptakan konflik dan instabilitas.
THE NATIONAL | PUTRI A.