TEMPO.CO, Bangui - Kelompok pemberontak bersenjata di Republik Afrika Tengah telah membebaskan lebih dari 350 budak anak-anak sebagai bagian dari kesepakatan yang ditengahi PBB.
"Sebanyak 357 anak yang dibebaskan itu sedang mendapat pemeriksaan medis, dan upaya sedang dilakukan untuk menemukan keluarga mereka," kata perwakilan UNICEF, Mohamed Malick Fall. "Setelah dua tahun pertempuran sengit, pembebasan anak-anak oleh kelompok-kelompok ini adalah langkah nyata menuju perdamaian."
"Ini adalah awal dari sebuah proses yang kita harapkan akan menghasilkan pembebasan ribuan anak-anak lain yang terlibat kelompok-kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah," ucap Mohamed.
Dia menuturkan beberapa dari mereka yang dibebaskan berusia kurang dari 12 tahun. Beberapa anak akan ditempatkan di panti asuhan sampai keluarga mereka ditemukan.
Dilansir dari lama ABC Radio Australia, Jumat, 15 Mei 2015, anak-anak itu, yang sebagian besar mengenakan seragam militer dan menyamar di hutan dengan kayu dan daun, menyerahkan senjata berupa pisau dan parang saat dibebaskan dalam sebuah upacara di Kota Bambari, sekitar 200 kilometer sebelah utara Bangui.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang membawa kami ke sini. Kami tidak ingin menjadi tentara yang kehidupannya begitu sulit," ujar gadis 16 tahun yang berjuang bersama Seleka, kelompok pemberontak muslim di sana.
Kekerasan telah melanda negara bekas koloni Prancis itu sejak Maret 2013, ketika pemberontak Seleka, yang sebagian besar muslim, merebut kekuasaan. Kelompok Kristen, yang dikenal sebagai anti-Balaka, melakukan serangan balasan dan mengusir ribuan muslim dari selatan.
Ribuan orang diperkirakan tewas, beberapa dengan cara disiksa dan digantung, dan sekitar satu juta orang telah mengungsi untuk menghindari pertempuran.
Dalam kesepakatan pembebasan anak-anak tersebut, sepuluh kelompok bersenjata telah setuju melakukan perjanjian damai, yang mengharuskan mereka melucuti senjata dan menghadapi pengadilan atas kejahatan perang.
Pemimpin sementara Republik Afrika Tengah, Catherine Samba-Panza, berencana menggelar pemilihan umum pada akhir tahun ini dengan dukungan dari Prancis dan misi penjaga perdamaian PBB.
ABC RADIO AUSTRALIA | MECHOS DE LAROCHA