TEMPO.CO, Bangkok - Komunitas muslim Wisutsri Yungpongsapat, Thailand selatan, mengecam pembatasan siswa muslim mengenakan jilbab di sekolah sebagai bentuk pelanggaran hak-hak agama mereka.
"Anda tidak bisa memaksa siswi muslim untuk tidak mengenakan jilbab, karena doktrin Islam memerintahkan semua wanita muslim yang berusia di atas 7 tahun memakai jilbab," kata Waedueramae Mamingi, Direktur Komite Islam Pusat Thailand (CICOT), seperti dikutip Khaosodenglish.com.
Menurut Waedueramae, aturan itu tidak ada pengecualian. Di sekolah, wanita harus memakai jilbab. "Jika mereka tidak melakukannya, itu dosa."
Waedueramae, yang melihat hak muslim dilanggar, telah membahas larangan jilbab dengan pejabat negara di Provinsi Phang Ngao. Dia berharap kepala sekolah juga akan memahami bahwa larangan tersebut tidak dapat diterima dan melanggar, baik peraturan negara bagian maupun agama Islam.
Sementara itu, Sekjen Kantor Komisi Pendidikan Dasar (OBEC) Kamol Rodklai menuturkan kepala sekolah lama tidak memiliki pemahaman tentang identitas. Jadi dia mengeluarkan larangan dan menyebabkan protes di daerah-daerah.
Komol menambahkan, peraturan negara bagian memungkinkan siswi muslim mengenakan jilbab di sekolah umum. Asalkan kainnya berwarna polos, tidak lebih dari 120 sentimeter, dan disematkan bersama di bawah dagu pemakainya.
"Saya percaya kepala sekolah yang baru bisa memahami tentang identitas muslim dan tidak akan melakukan larangan," ujarnya.
Muslim Thailand, yang berjumlah sekitar 5 persen dari total penduduk yang mayoritas beragama Budha, telah lama mengeluhkan diskriminasi yang diterimanya dalam dunia pekerjaan dan pendidikan di bawah praktek pemerintahan junta militer saat ini.
KHAOSODENGLISH.COM | MECHOS DE LAROCHA