TEMPO.CO, Jakarta - Nama Sheikh Naim Qassem, wakil sekretaris jenderal Hizbullah, tiba-tiba menjadi pembicaraan publik karena ia mendukung tercapainya gencatan senjata bagi Lebanon. Ia telah menjadi tokoh senior Hizbullah yang didukung Iran itu selama lebih dari 30 tahun.
Berbicara di depan tirai dari lokasi yang dirahasiakan, Naim Qassem mengatakan konflik antara Hizbullah dan Israel adalah perang tentang siapa yang menangis lebih dulu. Hizbullah tidak akan menangis lebih dulu. Kemampuan kelompok itu tetap utuh meskipun mendapat "pukulan menyakitkan" dari Israel.
Namun ia menambahkan bahwa Hizbullah mendukung upaya juru bicara parlemen Nabih Berri, sekutu Hizbullah, untuk mengamankan gencatan senjata. Untuk pertama kalinya Hizbullah tidak menyebutkan kesepakatan gencatan senjata Gaza, sebagai prasyarat untuk menghentikan serangan ke Israel.
Pidatonya yang disiarkan televisi selama 30 menit disampaikan beberapa hari setelah tokoh senior Hizbullah Hashem Safieddine diduga menjadi sasaran serangan Israel. Serangan itu diluncurkan Israel 11 hari setelah terbunuhnya sekretaris jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah.
Lalu siapa Naim Qassem yang tiba-tiba mengusulkan gencatan senjata?
Ia diangkat sebagai wakil kepala pada tahun 1991 oleh sekretaris jenderal kelompok bersenjata saat itu, Abbas al-Musawi, yang tewas akibat serangan helikopter Israel pada tahun berikutnya. Qassem tetap berperan sebagai wakil saat Nasrallah menjadi pemimpin Hizbullah. Ia telah lama menjadi salah satu juru bicara utama Hizbullah, melakukan wawancara dengan media asing termasuk saat perang dengan Israel berkecamuk selama setahun terakhir.