TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon, pada Jumat malam, 27 September 2024. Serangan ini menjadi pukulan telak bagi kelompok Hizbullah, serta memperburuk situasi di wilayah tersebut.
Serangan udara yang menargetkan Nasrallah terjadi di pinggiran selatan Beirut, tepatnya di kawasan Dahiyeh yang dikenal sebagai basis kekuatan Hizbullah. Menurut pernyataan militer Israel, serangan tersebut menargetkan markas pusat Hizbullah yang tersembunyi di bawah gedung apartemen di daerah padat penduduk.
Menurut laporan Al Jazeera, serangan pada Jumat malam itu, 27 September 2024, menghancurkan enam gedung apartemen dan menewaskan banyak anggota senior Hizbullah, termasuk Ali Karki, komandan garis depan Hizbullah di wilayah selatan Lebanon. Serangan itu juga berlanjut hingga Sabtu dini hari, menyebabkan ribuan penduduk di wilayah Haret Hreik, Dahiyeh, mengungsi. Setidaknya 11 orang tewas dan 108 lainnya terluka berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Lebanon.
Media Israel melaporkan sekitar 85 bom jenis "penghancur bunker" dikerahkan dalam serangan pada Jumat, 27 September 2024. Sedangkan para ahli senjata dan amunisi menyebut jet tempur Israel menggunakan bom seberat 2 ribu pon (900 kg) buatan Amerika Serikat untuk menyerang Hassan Nasrallah.
Angkatan Udara Israel menerbitkan rekaman pada Sabtu, 28 September 2024, yang menunjukkan jet tempur F-15I lepas landas sehari sebelumnya untuk melaksanakan serangan udara terhadap markas besar Hizbullah di ibu kota Lebanon, Beirut.
"Pesawat Angkatan Udara dalam penghancuran Hassan Nasrallah dan markas besar Hizbullah di Lebanon," tulis keterangan foto dilansir dari Business Insider.
Selain itu, militer Israel juga membagikan foto yang menunjukkan pesawat F-15l membawa bom BLU-109, yang dilengkapi dengan perangkat Joint Direct Attack Munition, menurut Open Source Munitions Portal, yakni sebuah situs identifikasi senjata yang dibuat oleh Airwars dan Armament Research Services.
Setelah serangan tersebut, Hizbullah akhirnya mengonfirmasi kematian Hassan Nasrallah pada Sabtu malam. Dalam pernyataan resminya, kelompok tersebut berjanji akan terus melawan Israel demi mendukung Palestina dan Gaza, serta membela Lebanon. Hizbullah juga menyebut serangan Israel sebagai “aksi berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut.”
Nasrallah, yang telah memimpin Hizbullah sejak 1992 setelah pendahulunya Abbas al-Musawi dibunuh oleh Israel, dikenal sebagai tokoh kunci dalam perlawanan terhadap Israel dan Amerika Serikat. Dalam masa kepemimpinannya selama lebih dari 32 tahun, Nasrallah membawa Hizbullah menjadi salah satu kekuatan militer dan politik yang berpengaruh di Lebanon, serta menjadi sekutu kuat Iran di Timur Tengah.
Pembunuhan Nasrallah menandai peningkatan konflik Timur Tengah yang telah berlangsung selama setahun dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Israel sendiri telah menyatakan kesiagaan tinggi menyusul pembunuhan Nasrallah, sementara Hizbullah diperkirakan akan merespons dengan serangan balasan.
ALJAZEERA | BUSINESS INSIDER | antara
Pilihan editor: Shanghai Disapu Topan Bebinca
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini