TEMPO.CO, Jakarta - Generasi Z atau Gen Z di China semakin menunjukkan tren baru dalam kebiasaan belanja mereka, khususnya dalam hal barang-barang mewah. Di tengah gejolak ekonomi global, anak-anak muda di negeri Tirai Bambu ini mulai meninggalkan produk-produk mewah asli dari merek-merek terkenal seperti Louis Vuitton, Channel, dan Prada.
Sebagai gantinya, dikutip dari CNA, mereka beralih pada produk replika berkualitas tinggi, atau yang biasa dikenal sebagai barang tiruan (kw). Fenomena ini memicu banyak perhatian dari para pelaku industri mode dan analis pasar.
Sebagian besar Gen Z di China yang lahir antara tahun 1995 dan 2010 mulai mempertimbangkan ulang nilai dari pembelian barang-barang mewah. Meski memiliki daya beli yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, mereka lebih pragmatis dalam hal pengeluaran. Mereka cenderung mencari nilai fungsional dan estetika daripada sekadar kepemilikan merek terkenal.
Sebagai perbandingan, harga tas Louis Vuitton asli bisa mencapai ribuan dolar AS, sementara produk replika dengan desain dan kualitas yang hampir sama hanya dijual dengan harga sekitar sepersepuluhnya. Dengan demikian, anak-anak muda ini merasa lebih rasional dalam mengelola keuangan mereka, tanpa harus kehilangan penampilan yang bergaya.
Salah satu faktor utama yang mendorong perubahan ini adalah ketidakstabilan ekonomi global yang dipicu oleh pandemi dan ketegangan geopolitik. Meskipun ekonomi China masih tumbuh, dampak dari perlambatan ekonomi global dirasakan oleh banyak orang, terutama kaum muda yang baru mulai meniti karier mereka. Inflasi, kenaikan harga properti, dan tekanan untuk berprestasi di dunia profesional juga memengaruhi preferensi belanja Generasi Z.
Di sisi lain, nilai-nilai sosial juga mengalami pergeseran. Sebelumnya, status sosial diukur dari merek barang yang dimiliki seseorang. Namun, di era digital yang sangat visual ini, anak muda lebih mengutamakan penampilan dan gaya pribadi daripada menunjukkan status melalui merek.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh gaya hidup fast fashion yang berkembang pesat. Generasi muda lebih mengutamakan variasi dan keberlanjutan, sehingga mereka tidak ragu untuk membeli beberapa barang tiruan dengan harga terjangkau ketimbang berinvestasi pada satu barang mewah asli yang harganya sangat mahal.
Fenomena peralihan Generasi Z China ini, dikutip dari emerald.com, tentu menjadi tantangan besar bagi industri barang mewah. China sebelumnya merupakan pasar terbesar untuk barang-barang mewah global, dengan lebih dari 20 persen penjualan dunia datang dari negara ini. Namun, dengan adanya pergeseran preferensi belanja di kalangan anak muda, perusahaan-perusahaan mewah global mungkin harus merumuskan ulang strategi pemasaran mereka.
Sebagai contoh, beberapa merek mewah mulai menggandeng artis dan influencer lokal untuk menarik perhatian generasi muda, baik melalui kampanye media sosial maupun kolaborasi eksklusif yang berfokus pada budaya lokal. Namun, para ahli mengingatkan bahwa langkah ini mungkin tidak cukup jika merek-merek tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan dinamika sosial dan ekonomi yang sedang berubah.
Di sisi lain, pasar barang tiruan di China terus tumbuh pesat, didorong oleh permintaan yang semakin tinggi dari kalangan Generasi Z. Alibaba dan Taobao, dua platform e-commerce terbesar di China, menjadi surga bagi pembeli yang mencari replika barang mewah dengan harga terjangkau. Meskipun pemerintah China telah meningkatkan upaya untuk menindak penjualan barang palsu, pasar ini tampaknya sulit untuk dihentikan, terutama karena produk replika berkualitas tinggi semakin sulit dibedakan dari produk asli.
MICHELLE GABRIELA I CNA I EMERALD
Pilihan Editor: Gen Z China Mulai Tinggalkan Merek Barang Mewah, Apa Beda Generasi Z, Milenial, dan Gen X?