Dalam sebuah tulisan opini untuk Al Jazeera, Fares mengatakan tahanan Palestina telah menghadapi “kejahatan yang mengerikan” di penjara-penjara Israel sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas menyerbu Israel selatan dan Israel membalasnya dengan pembantaian bertubi-tubi di Gaza.
Sejak saat itu, tentara dan dinas keamanan Israel dikatakan telah meningkatkan jumlah penangkapan warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur menjadi 9.800 orang. Dari jumlah tersebut, setidaknya 335 perempuan dan 680 anak-anak telah ditangkap, menurut data pemerintah Otoritas Palestina (PA).
Lebih dari 3.400 orang telah ditempatkan di bawah penahanan administratif, yakni ditahan tanpa batas waktu dan tanpa dakwaan. Di antara mereka, ada 22 perempuan dan 40 anak-anak. “Tidak pernah ada jumlah tahanan administratif setinggi ini sejak 1967,” kata Fares.
Israel juga telah menangkap sejumlah warga Palestina yang tidak diketahui jumlahnya di Jalur Gaza. “Mungkin melebihi ribuan, menurut perkiraan kami yang sederhana,” ujar Fares. Mereka ditahan berdasarkan “Undang-Undang Penahanan Pejuang yang Melanggar Hukum” tahun 2002, yang memungkinkan tentara Israel menahan orang tanpa mengeluarkan perintah penahanan.
Fares mengatakan, penyiksaan dan perlakuan buruk secara sistematis terhadap para tahanan Palestina oleh Israel diprediksi telah mencapai tahap extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
“Warga Palestina yang telah dibebaskan mengatakan apa yang mereka alami lebih mengerikan daripada apa yang mereka dengar terjadi di pusat penahanan Abu Ghraib dan Guantanamo, tempat pasukan Amerika menyiksa dan secara paksa menghilangkan orang Arab dan pria muslim lainnya,” tulis pejabat urusan tahanan itu.
Menurut laporan terbaru oleh harian Haaretz, 48 warga Palestina telah tewas di pusat-pusat penahanan, dan 36 tahanan Gaza juga telah meninggal di kamp Sde Teiman.
NABIILA AZZAHRA A. | AL JAZEERA