Tidak Ingin Perang tapi tetap Siap
Wakil kepala Hizbullah Naim Qassem mengatakan pada 4 Juni bahwa kelompok ini tidak menginginkan perang, namun siap berperang jika dipaksakan. Ia juga mengisyaratkan persenjataan yang dimiliki kelompok itu sebagai cadangan.
"Apa yang telah digunakan oleh partai sejauh ini dalam pertempuran untuk mendukung Gaza dan secara proaktif mempertahankan Lebanon adalah sebagian kecil dari apa yang dimilikinya, dan ada hal-hal yang kejutannya mungkin lebih besar," katanya pada 10 Juni.
Amerika Serikat, yang menganggap Hizbullah sebagai kelompok teroris, telah memimpin upaya-upaya diplomatik untuk meredakan konflik. Seorang pejabat AS mengatakan pada hari Kamis bahwa Washington sangat prihatin dengan potensi eskalasi.
Hizbullah telah mengindikasikan keterbukaannya terhadap pengaturan diplomatik jika Lebanon ingin mendapatkan keuntungan, namun mengatakan bahwa hal ini tidak dapat didiskusikan sampai Israel menghentikan serangan Gaza. Israel juga mengindikasikan keterbukaannya terhadap penyelesaian diplomatik yang akan memulihkan keamanan di bagian utara, sambil mempersiapkan serangan.
Sementara itu, Israel telah menggunakan kekuatan udaranya untuk menyerang Lebanon hampir setiap hari, menargetkan para pejuang Hizbullah di selatan, Lembah Bekaa, dan bahkan pernah menyerang Beirut untuk membunuh seorang pemimpin senior Hamas. Hizbullah ingin membangun kembali daya tangkal yang akan membuat Israel berpikir dua kali.
"Mereka harus meningkatkan serangan karena mereka kehilangan daya tangkal, mereka harus membangun kembali daya tangkal," kata Mohanad Hage Ali, wakil direktur penelitian di Carnegie Middle East Center.
"Namun, dalam hal operasi Rafah yang dilakukan Israel, mereka harus bertindak. Mereka membenarkan partisipasi mereka dalam perang untuk mendukung dan menunjukkan solidaritas kepada Gaza, jadi mereka harus bertindak."
REUTERS
Pilihan Editor: Hizbullah Bombardir Israel Lagi dengan Roket dan Drone