TEMPO.CO, Jakarta - Qatar, Selasa, 23 April 2024, mengatakan bahwa tidak ada pembenaran untuk mengakhiri kehadiran kantor kelompok militan Palestina Hamas di Doha sementara upaya mediasi mereka terus berlanjut dalam perang Gaza.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Majed Al-Ansari menambahkan dalam konferensi pers bahwa Qatar tetap berkomitmen untuk melakukan mediasi tetapi menilai kembali perannya dalam “frustrasi dengan serangan” terhadap upayanya.
Sementara itu, Presiden Turki, Tayyip Erdogan, Selasa, mengatakan bahwa ia tidak percaya kelompok Hamas akan meninggalkan Qatar, tempat mereka bermarkas, menambahkan ia juga tidak melihat tanda-tanda bahwa Doha ingin kelompok tersebut pergi.
Erdogan, yang baru saja kembali dari kunjungan ke Irak, ditanya oleh wartawan di dalam pesawat mengenai laporan media yang menyatakan bahwa Hamas mungkin akan meninggalkan markasnya di Qatar atau diminta meninggalkan Doha.
Erdogan mengatakan dia belum menerima tanda-tanda kepemimpinan Qatar yang menginginkan kelompok tersebut pergi.
Turki, yang sebelumnya menjadi tuan rumah bagi anggota senior Hamas, mengecam Israel atas kampanyenya di Gaza dan menyerukan gencatan senjata. Serangan militer Israel terjadi sebagai respons terhadap serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober di Israel.
Erdogan, yang menyebut Hamas sebagai “gerakan pembebasan,” bertemu dengan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Istanbul pada akhir pekan.
“Yang penting bukanlah di mana para pemimpin Hamas berada, namun situasi di Gaza,” kata Erdogan, menurut teks wawancara dalam penerbangan yang diterbitkan oleh kantornya.
“Ketulusan yang mereka (Qatar) miliki terhadap mereka (Hamas), sikap mereka terhadap mereka, selalu seperti anggota keluarga. Di masa mendatang, saya sama sekali tidak berpikir mereka mungkin mengubah pendekatan ini,” dia berkata.
Para pemimpin politik Hamas sedang menjajaki pemindahan basis operasi mereka keluar dari Qatar, The Wall Street Journal melaporkan pada Sabtu, ketika negara Teluk tersebut menghadapi tekanan yang semakin besar atas pengaruhnya terhadap kelompok tersebut dalam perundingan tidak langsung penyanderaan gencatan senjata dengan Israel.
Hamas mengambil kendali di Gaza pada 2007, setahun setelah pemilu, menyusul perang saudara singkat dengan pasukan keamanan Otoritas Palestina yang mengurangi kekuasaan Otoritas Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel. Upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak sejauh ini gagal karena masalah pembagian kekuasaan yang pelik.
Erdogan mengatakan penaklukan penuh Gaza oleh Israel akan membuka pintu bagi invasi lebih lanjut ke wilayah Palestina, dan mengatakan, tanpa memberikan bukti, bahwa Israel melakukan “pembantaian yang belum pernah terjadi sebelumnya” sambil “bergerak untuk menghancurkan Gaza”.
Israel mengatakan tindakan militernya di Gaza bertujuan untuk membasmi militan Hamas guna mencegah terulangnya serangan pada Oktober dan Israel tidak memiliki rencana untuk menaklukkan, menduduki atau memerintah wilayah tersebut.
REUTERS | TIMES OF ISRAEL
Pilihan Editor: PM Australia Sebut Elon Musk Miliarder Sombong Gara-gara Tolak Hapus Unggahan di X