TEMPO.CO, Jakarta - Perayaan Idulfitri 1 Syawal 1445 Hijriah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kata Fikri Rofiul Haq, mengawali ceritanya. Fikri merupakan relawan kemanusiaan asal Indonesia yang telah menetap di Jalur Gaza sejak 2020.
Ia mengatakan situasi di Gaza menjelang Lebaran belum banyak berubah, meski Israel telah mengurangi intensitas serangannya dalam beberapa hari terakhir. Fikri bersyukur dapat menunaikan ibadah salat Id pada Rabu, 10 April 2024, dengan aman di masjid dekat gedung sekolah tempat ia tinggal bersama para warga Gaza yang mengungsi.
Bertugas untuk Lembaga Medis dan Kemanusiaan (MER-C), Fikri dan rekannya Reza Aldilla Kurniawan menetap di sebuah bangunan sekolah dekat Rumah Sakit Eropa Gaza di Khan Younis, Gaza selatan. Rekan mereka, Farid Zanzabil Al Ayubi, telah dievakuasi oleh pemerintah Indonesia pada Desember 2023 atas permintaan pribadi.
Sekarang, total ada delapan WNI di Gaza, enam di antaranya anggota tim medis MER-C yang ditugaskan di beberapa rumah sakit di Rafah.
Sehari sebelum Lebaran tiba, Fikri mengaku tidak tahu apakah bisa menjalankan salat Id di masjid atau lapangan terbuka, mengingat situasi yang tak kunjung membaik di bawah serangan Israel. Pada 7 April 2024, Militer Israel mengumumkan menarik pasukan darat dari Gaza selatan, sehingga hanya menyisakan satu brigade di sana. Warga Palestina yang mengungsi dari Khan Younis sekarang mungkin dapat kembali ke rumah mereka.
Meski demikian, banyak warga Khan Younis yang bergegas kembali ke kota mereka dan hanya menemukan tanah kosong yang hancur serta puing-puing.
“Seharusnya di akhir bulan Ramadan ini mereka bisa menghias rumah dengan dekorasi seperti biasanya, namun tidak bisa pada tahun ini karena kebanyakan rumah mereka sudah hancur,” kata Fikri kepada Tempo, Selasa, 9 April 2024.
Bagi fikri yang sudah tinggal Gaza selama beberapa tahun, Ramadan di sana tidak berbeda jauh dengan di Indonesia. Ada tradisi ngabuburit hingga buka puasa bersama di tepi pantai dan restoran. “Bulan Ramadan ini kita hanya bisa berbuka puasa di tempat pengungsian masing-masing, dengan makanan seadanya dan kondisi air yang sangat sulit didapatkan,” katanya.
Satu hal yang berbeda dari Indonesia, kata Fikri, adalah tradisi mudik atau pulang ke kampung halaman tidak banyak dilakukan di Gaza. Kebanyakan orang berdomisili di wilayah yang sama dengan keluarganya, meski berbeda kota. Namun ada tradisi memberi dan menerima tunjangan hari raya atau THR di sana, dan pemerintah memberikan dua hari libur Lebaran sebelum aktivitas kembali normal.
Fikri pun mengungkap warga Gaza biasanya menyantap satu hidangan khas saat Lebaran, yaitu ikan air asin yang disebut fesikh. Menurut pengalamannya, ikan tersebut disajikan saat Idulfitri maupun Idul Adha, dan banyak dijual di pasar.
“Akan tetapi, pada tahun ini kami tidak tahu apakah ikan tersebut masih bisa dicari para nelayan dan ditemukan di pasar. Sebab aktivitas masyarakat untuk mencari ikan dibatasi,” ujarnya. “Bahkan beberapa kali mereka diberi peringatan dengan tembakan oleh tentara Israel yang berjaga di laut.”
Pilihan editor: 2 Ribu WNI di Inggris Rayakan Idulfitri di KBRI London
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini