TEMPO.CO, Jakarta - Setelah lebih dari lima bulan pertempuran dan lima rancangan resolusi yang diveto, para anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Senin, 25 Maret 2024, berhasil meloloskan sebuah resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera antara Israel dan Hamas di Gaza.
Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara, sementara 14 anggota DK PBB lainnya memberikan suara mendukung resolusi tersebut, yang diusulkan oleh 10 anggota dewan terpilih.
Resolusi DK PBB kali ini menyerukan "gencatan senjata segera untuk bulan Ramadan yang dihormati oleh semua pihak yang mengarah pada gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan".
Meskipun menjanjikan setidaknya jeda dalam perang, resolusi tersebut telah dikritik oleh beberapa analis karena lebih bersifat simbolis daripada substansial dalam hal kemampuannya untuk mengakhiri perang. Nancy Okail, presiden lembaga think tank yang berbasis di Amerika Serikat, Center for International Policy, mengatakan kepada Ali Harb dari Al Jazeera bahwa meskipun resolusi tersebut signifikan, namun "masih sangat terlambat dan masih belum cukup".
Apakah resolusi tersebut mengikat?
Semua resolusi DK PBB dianggap mengikat, sesuai dengan Pasal 25 Piagam PBB yang telah diratifikasi oleh AS.
Namun, AS telah menggambarkan resolusi Senin itu sebagai resolusi yang tidak mengikat. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan bahwa Washington mendukung penuh "beberapa tujuan penting dalam resolusi yang tidak mengikat ini". Pada hari yang sama, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan kepada para wartawan: "Ini adalah resolusi yang tidak mengikat".
Hal ini ditentang oleh para pejabat PBB dan anggota Dewan Keamanan lainnya. Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun, mengatakan bahwa resolusi Dewan Keamanan bersifat mengikat.
Wakil juru bicara PBB Farhan Haq menambahkan bahwa resolusi DK PBB adalah hukum internasional, "jadi sejauh itu pula resolusi tersebut mengikat seperti halnya hukum internasional".
Anadolu Agency melaporkan bahwa Pedro Comissario, Duta Besar Mozambik untuk PBB, mengatakan "semua resolusi Dewan Keamanan PBB bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan".
Apakah Israel akan dihukum jika tidak mematuhinya?
Jika resolusi DK PBB tidak diikuti, dewan dapat melakukan pemungutan suara untuk resolusi lanjutan yang membahas pelanggaran tersebut dan mengambil tindakan hukuman dalam bentuk sanksi atau bahkan otorisasi pasukan internasional.
Editor Diplomatik Al Jazeera, James Bays, sebelumnya mengatakan bahwa "Hampir tidak ada situasi di mana pemerintahan Biden akan mendukung resolusi hukuman" yang mengambil tindakan terhadap Israel.
Israel telah berulang kali lolos dari pelanggaran resolusi PBB di masa lalu.
Pada Desember 2016, pada hari-hari terakhir masa kepresidenan Barack Obama di AS, DK PBB mengeluarkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwa permukiman Israel di Palestina adalah ilegal dan merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Resolusi tersebut disahkan dengan 14 suara dan AS abstain. Israel mengabaikan resolusi ini.
Baru-baru ini, pada Desember 2023, Majelis Umum PBB memberikan suara dengan mayoritas besar untuk menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan". Itu adalah resolusi yang tidak mengikat - dan Israel menolak untuk menindaklanjutinya.
Israel juga berada di bawah pengawasan Mahkamah Internasional (ICJ), di mana Afrika Selatan menuduhnya melakukan tindakan genosida di Gaza.