TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi pada Jumat, 15 Maret 2024, berharap akan ada kesepakatan gencatan senjata di Gaza dalam beberapa hari ke depan. Sebab gencatan senjata akan meningkatkan distribusi bantuan kemanusiaan dan memungkinkan para pengungsi di Gaza selatan untuk kembali ke utara.
“Kami berharap paling lama dalam beberapa hari bisa mencapai gencatan senjata dan tidak terjadi perkembangan negatif yang dapat mempengaruhi situasi,” kata Sisi saat ia berkunjung ke Akademi Kepolisian Mesir.
Sisi juga memperingatkan bahaya serangan Israel ke kota Rafah yang berbatasan dengan Mesir, tempat berlindung bagi sekitar 1,5 juta orang penduduk Gaza di tengah serangan Israel. Para pejabat badan bantuan kemanusiaan telah memperingatkan akan terjadinya kelaparan di Gaza yang dihuni 2,3 juta orang, ketika perang Israel di wilayah kantong tersebut kini memasuki bulan keenam.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah korban tewas akibat kelaparan di Gaza telah mencapai puluhan orang di tengah blokade ketat yang diterapkan Israel. Terkait gencatan senjata, Sisi yakin gencatan senjata dapat “mengurangi dampak kelaparan ini terhadap masyarakat, dan juga memungkinkan masyarakat di wilayah tengah dan selatan untuk bergerak ke arah utara, dengan peringatan keras terhadap serangan ke Rafah.”
Presiden Sisi menambahkan Mesir telah memperingatkan tidak masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza bisa menyebabkan kelaparan. Rata-rata hanya 169 truk per hari menyeberang ke Gaza pada 14 hari pertama bulan Maret, menurut badan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Jumlah ini masih jauh di bawah target PBB yaitu 500 truk per hari, dengan adanya tantangan di titik penyeberangan Kerem Shalom dan Rafah.
“Keamanan untuk mengelola penyeberangan sangat terdampak akibat terbunuhnya beberapa polisi Palestina dalam serangan udara Israel di dekat penyeberangan pada awal Februari,” kata badan tersebut.
Menyusul langkah negara-negara lain, Mesir turut menyerukan kepada Israel untuk membuka penyeberangan darat dengan Gaza agar lebih banyak bantuan bisa masuk. Mesir, bersama Qatar dan Amerika Serikat, juga telah menjadi penengah antara Israel dan kelompok Palestina Hamas dalam upaya mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera Israel, dengan imbalan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel. Upaya ini dilakukan Mesir karena khawatir pengungsi Palestina akan banyak berkerumun di dekat perbatasan.
Dorongan untuk mencapai gencatan senjata sebelum bulan suci Ramadan sebelumnya telah gagal. Hamas mengatakan pada Kamis bahwa mereka telah mengajukan proposal kesepakatan kepada mediator, sementara Israel mengatakan hal itu didasarkan pada tuntutan yang tidak realistis.
Sisi juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak di kawasan akibat perang di Gaza, termasuk rentetan serangan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah oleh kelompok Houthi di Yaman. Serangan tersebut menyebabkan perusahaan pengiriman barang mengalihkan rute dari Terusan Suez dan menempuh jalur yang lebih jauh, sehingga mengurangi pendapatan Mesir dari sana hingga sekitar 50 persen pada awal tahun.
“Kami juga memperingatkan perang akan meluas dan, seperti yang Anda lihat, (memengaruhi) keselamatan navigasi maritim di Laut Merah dan Terusan Suez, serta dampak signifikannya terhadap perdagangan internasional,” kata Sisi.
Houthi yang didukung Iran mengatakan serangan yang mereka lakukan merupakan bentuk solidaritas dengan warga Palestina dalam melawan Israel. Selain Houthi, kelompok Hizbullah di Lebanon juga telah berbaku tembak dengan Israel sejak tahun lalu.
“Kami sudah memperingatkan semua itu. Dan juga bahwa konflik bisa meluas ke utara. Ini semua adalah risiko yang kami peringatkan,” ujarnya.
REUTERS
Pilihan editor: Menjelang Ramadan, Israel Masih Menggempur Jalur Gaza
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini