TEMPO.CO, Jakarta - DPR Amerika Serikat pada Selasa, 6 Februari 2024, menolak rancangan undang-undang (RUU) yang disorongkan Partai Republik mengenai bantuan finansial sebesar US$17,6 miliar (Rp276 triliun) untuk Israel. Alih-alih mendukung RUU ini, Partai Demokrat mengatakan mereka ingin mengupayakan aturan gabungan yang juga akan memberi bantuan ke Ukraina, pendanaan bantuan kemanusiaan internasional, dan dana baru untuk keamanan perbatasan Amerika Serikat.
RUU bantuan finansial untuk Israel tersebut di DPR AS memperoleh 250 suara menolak dan banding. Meski suara yang diberikan sebagian besar sejalan dengan partai masing-masing, 14 perwakilan dari Partai Republik menentang RUU tersebut dan 46 dari Partai Demokrat justru mendukung. Mereka yang menentang berpendapat RUU ini tidak bertanggung jawab secara finansial.
Anggota Partai Republik Thomas Massie, yang sudah lama menentang upaya bantuan ke luar negeri, mengatakan Israel memiliki rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat.
“Paket pengeluaran ini tidak memiliki kompensasi, sehingga akan menambah utang kita sebesar $14,3 miliar ditambah bunga,” tulis Massie ketika mengumumkan penolakannya di media sosial X.
Israel biasanya menerima dukungan bipartisan kuat di DPR AS. Tetapi para penentang mengatakan RUU ini adalah taktik politik untuk mengalihkan perhatian dari penolakan Partai Republik terhadap sebuah RUU di Senat yang gencar didorong oleh Partai Demokrat.
Rancangan yang dimaksud adalah dana sebesar US$118 miliar (Rp1,8 kuadriliun) untuk perombakan kebijakan imigrasi Amerika Serikat serta dana baru untuk keamanan perbatasan dengan bantuan darurat miliaran dolar bagi Ukraina, Israel, dan mitra-mitra di kawasan Indo-Pasifik. Sebelumnya Gedung Putih pada Senin, 5 Februari 2024, mengeluarkan pernyataan yang mendukung RUU gabungan ini, mengatakan RUU bantuan Israel yang didorong Partai Republik merupakan tindakan politik semata.
“Pemerintah sangat menentang taktik yang tidak melakukan apa pun untuk mengamankan perbatasan, tidak melakukan apa pun untuk membantu rakyat Ukraina mempertahankan diri dari agresi Putin, gagal mendukung keamanan sinagoga, masjid, dan tempat ibadah rentan di Amerika, dan menolak bantuan kemanusiaan kepada warga sipil Palestina, yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak,” kata Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih.
Bersamaan dengan pernyataan tersebut, Presiden Joe Biden juga berjanji akan memveto RUU bantuan Israel di DPR. Sedangkan Ketua DPR AS Mike Johnson dari Partai Republik sebelumnya mengatakan RUU gabungan yang didorong Partai Demokrat telah mati sejak awal, bahkan sebelum diperkenalkan di Senat. Para pemimpin Partai Republik di Senat mengatakan pada Selasa, 6 Februari 2024, mereka berpikir beleid tersebut tidak akan memperoleh cukup suara untuk disahkan.
Para pendukung RUU bantuan untuk Israel menekankan aturan tersebut bukan tindakan politik, seperti yang dikatakan Partai Demokrat. Mereka bilang RUU itu penting untuk bergerak cepat mendukung Israel selagi negara sekutu AS itu merespons serangan Hamas.
Sementara, beberapa anggota Partai Demokrat mengecam RUU tersebut karena dianggap gagal memberikan bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina, yang sedang mengalami serangan besar-besaran oleh pasukan Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Ini merupakan kedua kalinya DPR AS melakukan pemungutan suara mengenai RUU bantuan untuk Israel sejak serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober. DPR AS, yang anggotanya mayoritas dari Partai Republik, sempat berhasil mengesahkan RUU bantuan untuk Israel pada November 2023, tetapi tidak disetujui di Senat yang mayoritas Demokrat.
Sementara Kongres AS, yang terdiri dari DPR dan Senat, telah kesulitan mencari cara mengirim bantuan keamanan ke luar negeri, khususnya ke Ukraina yang sedang melawan invasi Rusia. Biden sudah dua kali mengirimkan permintaan ke Kongres untuk anggaran belanja darurat, yang terakhir dilakukannya pada Oktober.
REUTERS
Pilihan editor: India Lepaskan Burung Merpati yang Dikira Mata-mata Cina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini