TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pejabat hak asasi manusia PBB menyerukan diakhirinya penganiayaan terhadap tahanan Palestina oleh pasukan Israel di Jalur Gaza, yang ditahan selama berminggu-minggu di lokasi yang tidak diketahui dan dianiaya secara fisik.
Para laki-laki Palestina ditahan oleh pasukan Israel selama antara 30 hingga 55 hari, kata Ajith Sunghay dalam sebuah laporan pada Jumat selama kunjungannya ke Gaza, di mana ia bertemu dengan beberapa tahanan yang dibebaskan.
“Ada laporan mengenai laki-laki yang kemudian dibebaskan, namun hanya mengenakan popok tanpa pakaian yang memadai dalam cuaca dingin ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa tidak jelas mengapa mereka diharuskan memakai popok, namun “mereka terlihat jelas terkejut dan bahkan terguncang ketika saya bertemu mereka”.
Beberapa video yang dibagikan oleh tentara Israel sejak perang dimulai menunjukkan ratusan pria Palestina menelanjangi pakaian dalam mereka, duduk di luar ruangan dalam cuaca dingin, terkadang dengan mata tertutup. Dalam beberapa video juga terlihat perempuan dan anak-anak.
Video tersebut diambil di lokasi di seluruh Gaza, termasuk Beit Lahiya, Shujayea dan Jabalia.
Menurut Euro-Med Human Rights Monitor, beberapa tahanan yang dibebaskan mengatakan bahwa setelah disuruh mengutuk diri sendiri dan meremehkan kelompok dan tokoh politik Palestina, mereka dipindahkan dengan truk ke fasilitas penahanan terbuka di mana mereka mengalami pemukulan dan bentuk penganiayaan lainnya.
“Israel harus mengambil langkah-langkah mendesak untuk memastikan bahwa semua orang yang ditangkap atau ditahan diperlakukan sesuai dengan norma dan standar hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter internasional, terutama dengan menghormati sepenuhnya hak proses hukum mereka,” tegas Sunghay.
Secara terpisah pada Jumat, beberapa tahanan yang dibebaskan oleh pasukan Israel di Gaza tiba di Rumah Sakit Abu Youssef Al Najjar di Rafah, Gaza selatan, menyatakan tentara Israel menganiaya mereka.
“Kami ditangkap oleh pasukan khusus Israel di daerah al-Saftawi. Kami kemudian menjadi sasaran penyiksaan dan pemukulan. Kemudian mereka… memindahkan kami ke pusat penahanan di markas tentara Israel,” kata Muhammad Abu Samra kepada Al Jazeera.
“Tentara… mengancam akan menembak kami saat kami telanjang di udara dingin. Kemudian tentara wanita menyerang kami dan kami dihina secara tak senonoh.”
Tekanan Tinggi
Sunghay dari PBB, yang berada di Rafah, mengatakan orang-orang terus berdatangan ke kota di selatan, “dalam situasi putus asa, mendirikan tempat penampungan sementara dengan bahan apa pun yang bisa mereka dapatkan”.
“Saya melihat laki-laki dan anak-anak menggali batu bata untuk dijadikan tenda yang terbuat dari kantong plastik. Ini adalah krisis hak asasi manusia yang besar,” katanya.
“Ini adalah lingkungan yang bertekanan tinggi, di tengah kekacauan total, mengingat situasi kemanusiaan yang buruk, kekurangan pasokan, serta ketakutan dan kemarahan yang meluas,” kata Sunghay, seraya menambahkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan untuk daerah kantong pesisir tersebut.
Jumlah korban tewas yang direvisi di Israel akibat serangan Hamas pada 7 Oktober mencapai 1.139 orang.
AL JAZEERA
Pilihan Editor: PBB: Pembantaian Etnis di Satu Kota Sudan Menewaskan hingga 15.000 Orang