TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Uni Eropa untuk pertama kalinya menyerukan “gencatan senjata permanen” di Gaza dan dimulainya upaya politik untuk menemukan solusi atas perang antara Israel dan Hamas pada Kamis.
Resolusi tersebut, yang hanya bersifat simbolis dan tidak mempunyai bobot hukum, disetujui dengan 312 suara mendukung, 131 menolak dan 72 abstain di ruang pleno Strasbourg setelah kompromi dibuat untuk menenangkan anggota parlemen sayap kanan-tengah.
Meski tidak memiliki kekuatan mengikat, resolusi Parlemen Uni Eropa dirancang untuk menunjukkan pandangan masyarakat Eropa. Resolusi tersebut akan diteruskan ke lembaga-lembaga Uni Eropa lainnya, anggota UE, pemerintah Israel, badan-badan Palestina, Mesir, dan PBB.
Permohonan gencatan senjata tersebut mewakili perubahan signifikan dalam posisi Parlemen sebelumnya, yang disepakati pada Oktober, yang menyerukan “jeda” kemanusiaan untuk meningkatkan aliran bantuan menjangkau warga sipil Gaza. Pemungutan suara saat itu menghasilkan 500 suara mendukung, 21 suara menentang, dan 24 suara abstain.
Seruan tajam ini muncul ketika jumlah korban tewas di Gaza mencapai lebih dari 24.000 orang, menurut kementerian kesehatan Gaza.
Pada Kamis, sekitar 24.620 warga Palestina tewas dan 61.830 orang terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober.
Selain itu, setidaknya 350 warga Palestina termasuk 95 anak-anak telah terbunuh di Tepi Barat yang diduduki Israel sejak 7 Oktober oleh pasukan keamanan Israel atau pemukim Israel, dan diperkirakan 4.000 orang terluka.
Israel juga diperkirakan telah menahan 6.000 warga Palestina dari Tepi Barat yang diduduki selama periode tersebut.
Serangan brutal Israel terjadi setelah serangan mendadak Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober. Selama serangan itu diperkirakan 1.140 orang tewas dan lebih dari 8.500 orang terluka.
Sekitar 240 orang ditangkap sebagai sandera dan diculik ke Gaza. Dari jumlah tersebut, sekitar 132 orang diyakini masih ditahan, meski tidak semua yang ditahan diperkirakan masih hidup.
Meski kelompok sayap kiri dan tengah secara terbuka mendukung seruan gencatan senjata, anggota Partai Rakyat Eropa (EPP) yang berhaluan kanan tengah, yang merupakan kelompok terbesar di majelis tersebut, menyatakan keberatannya.
Resolusi tersebut disahkan setelah amendemen disetujui yang menetapkan bahwa gencatan senjata harus bergantung pada pembebasan semua sandera Israel yang ditahan di Gaza dan “penghancuran” Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris di UE.
“Perdamaian berkelanjutan tidak akan terwujud selama Hamas dan kelompok lainnya membajak perjuangan Palestina dan mengancam keberadaan Israel, satu-satunya negara demokrasi di kawasan ini,” Antonio López-Istúriz, Anggota Parlemen Eropa untuk kelompok EPP, mengatakan kepada Parlemen Eropa pada Selasa.
Beberapa versi teks diajukan untuk mengantisipasi pemungutan suara, yang mencerminkan beragam sudut pandang.
Sebagai tanda pertikaian politik, Hilde Vautmans, anggota Parlemen Eropa Belgia untuk Renew Europe mendesak kedua belah pihak untuk menemukan persatuan setelah berjam-jam negosiasi selama beberapa hari terakhir.
Sebelum pemungutan suara, ia mengatakan bahwa “kredibilitas internasional” Uni Eropa sedang dipertaruhkan.
Ke-27 pemimpin blok tersebut belum dengan suara bulat sepakat untuk menyerukan gencatan senjata, meskipun ada permintaan dari negara-negara seperti Belgia, Irlandia dan Spanyol. Sejauh ini, kebijakan resmi mereka masih terfokus pada “jeda dan koridor kemanusiaan.”
Pertemuan puncak pada Desember berakhir tanpa kesimpulan baru mengenai Gaza, meskipun mayoritas negara anggota mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan beberapa hari sebelumnya.
Pilihan Editor: Diperlukan Dana Rp234 Triliun untuk Membangun Kembali 150 Ribu Rumah di Gaza
REUTERS | EURONEWS