TEMPO.CO, Jakarta - Victor Li bertekad untuk segera menikah, namun seperti banyak anak muda Cina lainnya yang bergulat dengan prospek ekonomi yang tidak menentu, pengusaha kaya asal Shanghai ini tidak yakin mampu melakukannya.
“Sangat mahal bagi kami untuk menikah, terutama di kota besar seperti Shanghai,” kata pria berusia 32 tahun itu, saat ia beristirahat dari acara networking untuk para lajang lulusan universitas terkemuka dan kaya di sebuah bar jazz Shanghai kelas atas.
“Dari segi kemampuan finansial, sebenarnya memberikan banyak tekanan pada anak muda, termasuk saya.”
Ketika perekonomian terbesar kedua di dunia ini melambat, semakin banyak orang yang memilih untuk tetap melajang karena prospek pekerjaan yang buruk di tengah tingginya tingkat pengangguran di kalangan muda dan rendahnya kepercayaan konsumen, yang menyebabkan rekor penurunan pencatatan pernikahan pada 2022.
Keengganan untuk menikah ini mengkhawatirkan para pembuat kebijakan yang sedang bergulat dengan penurunan angka kelahiran dan cepatnya penuaan populasi di negara yang dulunya merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dan di mana angka pernikahan sangat erat kaitannya dengan angka kelahiran karena para ibu yang belum menikah sering kali tidak diperbolehkan untuk memperoleh tunjangan-tunjangan membesarkan anak.
Tingkat kesuburan Cina saat ini merupakan salah satu yang terendah di dunia, dan data resmi pada Rabu, 17 Januari 2024, diperkirakan menunjukkan penurunan populasi selama dua tahun berturut-turut, sehingga menambah kekhawatiran mengenai penurunan demografi.
Tahun lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan perlunya “secara aktif menumbuhkan budaya baru pernikahan dan mengasuh anak” untuk mendorong pembangunan nasional. Pemerintah daerah juga telah mengumumkan berbagai langkah untuk mendorong keluarga baru, termasuk pengurangan pajak dan subsidi perumahan, serta 'hadiah' tunai untuk pernikahan jika pengantin wanita berusia 25 tahun atau lebih muda.
Julia Meng, yang perusahaannya "Julia's Events" menyelenggarakan acara lajang di Shanghai, mengatakan semakin banyak orang berusia 35 tahun ke atas yang secara efektif "menyerah" pada pernikahan.
Generasi muda Cina, seperti peserta acara Jack Jiang, mengatakan mereka ingin menikah, namun harga rumah yang tinggi, prospek pekerjaan yang tidak menentu, dan situasi ekonomi secara umum tidak membantu.
“Bukannya kami ingin melajang, tapi struktur perkotaan, situasi ekonomi yang menyebabkan hal ini,” kata pengusaha berusia 32 tahun itu.
REUTERS
Pilihan Editor: Wapres Yaman: Koalisi Laut Merah AS Lemah karena Kekuatan Regional Abstain