TEMPO.CO, Jakarta - Lai Ching-te yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden dengan Democratic Progressive Party (DPP), berhasil memenangi pemilihan Presiden Taiwan menggantikan Tsai Ing-wen pada hari Sabtu, 13 Januari lalu.
Lai Ching-te berjanji untuk melindungi kemandirian pulau itu dari klaim China dan lebih memperkuat hubungannya dengan negara-negara demokrasi lainnya di dunia. Lai, dengan tegas menyatakan bahwa Taiwan akan terus mempertahankan kemandiriannya.
Baca Juga:
"Kami mengatakan kepada masyarakat internasional bahwa antara demokrasi dan otoritarianisme, kami akan berdiri di sisi demokrasi," katanya seperti dikutip dari APNews.
Mengenal Lai Ching-te
Dilansir dari situs resmi pemerintah Taiwan, Lai Ching-te lahir pada tahun 1959 di Wanli District, New Taipei City. Ayahnya merupakan seorang penambang batu bara.
Ia memperoleh gelar B.S. dari National Taiwan University Department of Physical Medicine and Rehabilitation dan kemudian menyelesaikan Post-Bachelor Program in Medical Science di National Cheng Kung University.
Gelar Master of Public Health diperolehnya dari Harvard University, menjadikannya salah satu dokter di Taiwan dengan keahlian rehabilitasi, perawatan klinis, dan kesehatan masyarakat.
Perjalanan Politik
Karier politiknya dimulai pada 1994 ketika Taiwan mengadakan pemilihan langsung pertamanya untuk gubernur provinsi, Lai terlibat dalam urusan publik sebagai kepala asosiasi dokter Tainan yang mendukung calon dari DPP, Chen Ting-nan.
Keputusan besar dalam karier politiknya diambil pada Krisis Selat Taiwan 1996, di mana Lai memutuskan untuk meninggalkan karier medisnya demi terlibat dalam politik. Terpilih sebagai perwakilan National Assembly pada tahun yang sama, Lai memimpin misi sejarah untuk menghapus National Assembly.
Selama periode legislatifnya, ia menjadi "Best Legislator" menurut Citizen Congress Watch dan memainkan peran dinamis dalam Komite Kesejahteraan Sosial dan Kebersihan Lingkungan. Keahlian medisnya digunakan dengan cerdas untuk menangani lebih dari 100.000 masalah lokal.
Terpilih sebagai walikota Tainan pada 2010, Lai Ching-te membangun reputasi pemerintahan yang jujur, rajin, dan efisien yang dikenal sebagai Tainan New Deal. Selama masa jabatannya, ia menjalin hubungan erat dengan pemerintah Jepang dan mempromosikan kerja sama dalam berbagai bidang, termasuk budaya, pariwisata, olahraga, pertanian, dan bantuan bencana.
Berkat kinerja impresifnya, Dr Lai kemudian menjabat sebagai perdana menteri Taiwan dari 2017 hingga 2019. Kabinetnya yang berorientasi pada hasil mengadopsi lima tujuan kebijakan kunci, termasuk mempromosikan budaya Taiwan, konsep Green Silicon Island, dan menciptakan masyarakat yang adil.
Pada Mei 2019, Dr Lai berkunjung ke Jepang untuk memberikan pidato tentang hubungan Taiwan-Jepang selama pemerintahan Kaisar Naruhito. Ia juga menjalin hubungan dengan puluhan anggota parlemen dan sekretaris dari berbagai partai politik, menekankan pentingnya kerjasama Taiwan-Jepang dalam Strategi Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka.
Menyikapi gerakan anti-ekstradisi di Hong Kong pada November 2019, Lai Ching-te menerima undangan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen untuk menjadi pasangan calon wakil presiden dalam pemilihan tahun berikutnya. Melalui kampanye yang gigih, pasangan Tsai-Lai memenangi pemilihan dengan rekor 8,17 juta suara.
Sejak menjabat sebagai wakil presiden pada Februari 2020, Dr. Lai terus berperan aktif dalam diplomasi internasional dan memperkuat hubungan Taiwan dengan berbagai negara, terutama dengan menghadiri Pertemuan Doa Nasional ke-68 di Washington, DC, membuka babak baru dalam hubungan Taiwan-Amerika Serikat.
Pada Januari 2023, Lai mulai menjabat sebagai ketua Democratic Progressive Party.
Pilihan Editor: Presiden Taiwan Lai Ching-te Musuh Utama Cina yang Ingin Ajak Xi Jinping Makan Malam