TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara (Korut) menembakkan sekitar 200 peluru artileri ke perairan lepas pantai baratnya pada Jumat pagi 5 Januari 2024. Hal ini memicu kemarahan Korea Selatan (Korsel) dan mengancam melakukan pembalasan dengan latihan tembakan langsung.
Ini serangan terbaru setelah Korut membatalkan perjanjian militer antar-Korea 2018 pada November.
Penembakan yang dilakukan oleh Korea Utara tidak menimbulkan kerugian sipil atau militer di Korea Selatan, kata militer Korea Selatan.
“Ini adalah tindakan provokasi yang meningkatkan ketegangan dan mengancam perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Won-sik saat mengawasi latihan penembakan tersebut.
Kendati demikian, penembakan artileri tersebut menyebabkan penduduk di dua pulau terpencil Korea Selatan di perbatasan maritim barat mengungsi ke tempat perlindungan bom atas instruksi militer, sebelum negara tersebut melepaskan tembakan ke arah perbatasan Garis Batas Utara (NLL) yang disengketakan.
Baca Juga:
Kepala Staf Gabungan (JCS) Korsel mengatakan pihaknya mendeteksi ada tembakan artileri dari Tanjung Jangsan dan Tanjung Deungsan, yang dua-duanya berada di wilayah pesisir barat daya Korut, mulai 09.00 hingga 11.00 pagi waktu setempat.
Artileri tersebut jatuh ke zona penyangga maritim di utara Garis Batas Utara (NLL), perbatasan maritim de facto dengan Laut Kuning.
Zona penyangga itu berada di bawah perjanjian militer antar-Korea yang ditandatangani pada 19 September 2018 untuk meredakan ketegangan di perbatasan.
JCS mengatakan tidak ada laporan kerusakan akibat dari artileri yang ditembakkan Korut pada warga ataupun militer Korsel.
Militer Korsel menyebut tindakan Korut tersebut "provokatif" dan memperingatkan bisa melakukan tindakan serupa.
“Kami dengan keras memperingatkan bahwa seluruh tanggung jawab atas situasi yang memperburuk krisis ini berada di tangan Korut dan mendesak agar hal ini segera dihentikan,” ujar juru bicara JCS Kolonel Lee Sung-jun dalam konferensi pers.
"Di bawah koordinasi erat antara Korsel dan Amerika Serikat, militer kami sedang melacak dan mengawasi aktivitas terkait, dan akan melakukan tindakan yang sesuai terhadap provokasi Korea Utara."
November tahun lalu, Korut secara sepihak membatalkan perjanjian 2018 setelah Seoul menangguhkan sebagian kesepakatan itu sebagai protes atas keberhasilan peluncuran satelit mata-mata militer Korut.
Pyongyang terakhir kali menembakkan artileri ke zona penyangga maritim di Laut Timur pada 6 Desember 2022. Pelepasan tembakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap perjanjian militer 2018.
Serangan terbaru di Korut terjadi setelah pemimpin negara itu Kim Jong Un mendefinisikan hubungan antar-Korea sebagai hubungan "antara dua negara yang saling bermusuhan".
Pada saat partai berkuasa Korut mengadakan pertemuan akhir tahun, ia juga menyerukan peningkatan persiapan untuk "menekan seluruh wilayah Korea Selatan".
Pada November 2010, artileri Korea Utara menembakkan beberapa lusin peluru ke pulau Yeonpyeong, menewaskan dua tentara dan dua warga sipil, dalam salah satu serangan terberat terhadap tetangganya sejak Perang Korea berakhir pada 1953.
Korea Utara mengatakan pada saat itu pihaknya terprovokasi untuk mengambil tindakan oleh latihan penembakan Korea Selatan yang menjatuhkan peluru ke wilayah perairannya.
Dibuat pada akhir Perang Korea sebagai perbatasan tidak resmi, Pyongyang tidak mempermasalahkan NLL sampai pada 1970-an, ketika Korut mulai melanggar garis tersebut dan memperjuangkan perbatasan yang lebih jauh ke selatan.
Penduduk pulau Baengnyeong yang terletak jauh di sebelah barat Yeonpyeong dan juga dekat perbatasan laut, juga disuruh mencari perlindungan pada Jumat. Populasinya sekitar 4.900 jiwa.
Korea Utara telah memperingatkan dalam beberapa hari terakhir bahwa situasi di semenanjung Korea sedang mengarah ke perang karena tindakan berbahaya yang dilakukan oleh militer AS dan Korea Selatan.
Pilihan Editor: Korea Selatan Evakuasi Dua Pulau Setelah Tembakan Artileri Korut dekat Perbatasan
YONHAP | CNA