TEMPO.CO, Jakarta - Pada Jumat pagi 5 Januari 2024 yang dingin di Kota Wajima, Prefektur Ishikawa, Jepang yang dilanda gempa, Aydin Muhammet dan karyawannya menyajikan semangkuk sup dan nasi hangat di dapur umum depan pusat komunitas bagi para pengungsi.
Tim relawan warga negara Turki yang beranggotakan 10 orang dari perusahaan konstruksi miliknya di Jepang tengah telah bekerja sejak Kamis sore. Mereka menawarkan makanan panas pertama kepada para korban sejak gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter meratakan sebagian besar Kota Wajima pada Hari Tahun Baru.
Bergegas ke zona bencana untuk memberikan bantuan telah menjadi panggilan kedua Muhammad sejak gempa besar dan tsunami di wilayah lain kepulauan Jepang menewaskan sekitar 20.000 orang pada Maret 2011.
Muhammet, yang sudah 30 tahun tinggal di tanah kelahiran istrinya, mengaku resah sejak melihat berita kehancuran di televisi. Dia langsung bertindak begitu mengetahui jalan menuju Wajima telah dibuka.
Dengan penuh semangat, ia menggunakan telepon mencari toko untuk mencari persediaan bahan makanan. Muhammet dan timnya – tujuh rekan senegaranya dan dua orang Vietnam – meninggalkan rumah mereka di Nagoya sekitar jam 3 pagi pada Kamis, mengesampingkan kekhawatiran tentang berkendara melalui daerah bersalju tanpa ban yang layak.
"Saya harus melakukan sesuatu," katanya.
Tim yang terdiri dari lima truk akhirnya tiba 11 jam kemudian untuk menempuh perjalanan sejauh 300 kilometer, yang biasanya memakan waktu separuh waktu tersebut. Mereka segera mulai bekerja membagikan segala sesuatu mulai dari air dan popok hingga makanan siap saji.
“Kami seharusnya kelelahan, tetapi begitu kami sampai di sini, kami menjadi bersemangat,” katanya.