TEMPO.CO, Jakarta - Tony Chung, seorang mantan pemimpin kelompok pro-kemerdekaan Hong Kong yang dijatuhi hukuman penjara pada 2021 berdasarkan undang-undang keamanan nasional buatan pemerintah Cina, melarikan diri ke Inggris dan secara resmi mengajukan permohonan suaka politik di sana. Ia mengungkap hal tersebut dalam sebuah unggahan media sosial pada Kamis, 28 Desember 2023.
Setelah menyelesaikan masa hukumannya awal tahun ini, aktivis berusia 22 tahun itu mengatakan bahwa dia dilarang meninggalkan “negara” selama satu tahun sebagai bagian dari aturan pengawasan sejak dibebaskan dari penjara pada Juni 2023.
Namun dia berhasil mengantongi izin dari Departemen Pelayanan Pemasyarakatan untuk melakukan perjalanan ke Jepang merayakan Natal. Dari sana, dia membeli tiket pesawat ke Inggris dan tiba di sana pada Rabu.
“Dalam enam bulan terakhir tanpa penghasilan dari pekerjaan apa pun, petugas polisi keamanan nasional terus memaksa dan membujuk saya untuk bergabung dengan mereka,” kata Chung lewat akun Facebook-nya pada Kamis.
“Sejak bulan Oktober dan seterusnya hingga hari ini, saya sering jatuh sakit. Selama periode ini, saya mencari konsultasi medis dari dokter Barat dan Cina, yang semuanya mendiagnosis kondisi saya sebagai akibat dari tekanan mental dan faktor psikologis yang signifikan, sehingga menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh,” katanya.
Trauma dan pengawasan aparat yang terus berlanjut membuatnya meninggalkan Hong Kong, katanya. Chung juga mengatakan kepada Washington Post bahwa dia diminta untuk mengikuti program “deradikalisasi” wajib di tahanan, di mana para penjaga mengatakan kepada tahanan bahwa mereka telah “dimanipulasi” oleh Amerika Serikat.
Chung mengatakan hukuman penjaranya dikurangi karena berperilaku baik, menurut Washington Post, hingga akhirnya dia dibebaskan pada Juni 2023.
Pada November 2021, Chung yang saat itu berusia 20 tahun dijatuhi hukuman 43 bulan penjara karena mencoba memisahkan Hong Kong dari Cina, dan tuduhan pencucian uang. Chung didakwa melanggar undang-undang keamanan nasional pada 2020 tanpa jaminan pembebasan.
Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong pada 2020 setelah protes anti-pemerintah marak selama berbulan-bulan. Undang-undang tersebut menghukum tindakan termasuk subversi, pemisahan diri, kolusi dengan kekuatan asing, dan ekstremisme dengan hukuman penjara seumur hidup.
Chung adalah mantan pemimpin kelompok Studentlocalism pro-kemerdekaan Hong Kong yang dibubarkan pada 2020 sebelum undang-undang keamanan tersebut diberlakukan.
Jaksa mengatakan pada saat Chung didakwa bahwa dia bertindak sebagai administrator laman Facebook Studentlocalism cabang AS dan sebuah organisasi bernama Initiative Independence Party. Kaos pro-kemerdekaan, bendera dan buku-buku juga disita dari rumahnya, kata para jaksa.
Chung mengatakan di Facebook bahwa dia berencana untuk melanjutkan studinya, “berharap dapat menyumbangkan semua yang saya bisa sebagai seorang yang diasingkan dari Hong Kong.”
Hong Kong, sebagai bekas koloni Inggris, kembali ke pemerintahan Cina pada 1997 setelah sewa 100 tahun berakhir. Semula, Beijing menjanjikan otonomi tingkat tinggi ke pusat bisnis dunia ini. Aktivis demokrasi dan beberapa negara Barat mengatakan Cina melanggar janji tersebut, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Beijing.
REUTERS
Pilihan Editor Garda Revolusi Iran Cabut Pernyataan tentang Serangan 7 Oktober