TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Irak pada Selasa, 26 Desember 2023, mengutuk serangan udara AS terhadap posisi militer Irak yang disebut menewaskan seorang prajurit dan melukai 18 orang, dan menyebutnya sebagai "tindakan permusuhan yang jelas".
Amerika Serikat melancarkan serangan udara balasan, Senin, di Irak setelah serangan pesawat tak berawak satu arah pada hari sebelumnya oleh militan yang bersekutu dengan Iran yang menyebabkan satu anggota militer AS dalam kondisi kritis dan melukai dua lainnya.
Pemerintah mengutuk serangan AS sebagai “pelanggaran kedaulatan Irak yang tidak dapat diterima” dan menekankan bahwa serangan oleh kelompok bersenjata terhadap pangkalan militer yang menampung penasihat koalisi pimpinan AS adalah tindakan permusuhan dan melanggar kedaulatan Irak, kata sebuah pernyataan pemerintah.
Dua sumber keamanan Irak mengatakan semalam serangan AS menargetkan markas kelompok bersenjata Irak Kataib Hizbullah di kota Hilla, Irak, di selatan Bagdad.
Seorang pejuang dari Kataib Hizbullah tewas dalam serangan itu dan 16 lainnya luka-luka, kata dua sumber keamanan yang tidak mau disebutkan namanya.
Kataib Hizbullah yang bersekutu dengan Iran mengkritik posisi pemerintah yang mengutuk serangan milisi Irak terhadap sasaran koalisi pimpinan AS, kata seorang pejabat keamanan dari kelompok tersebut dalam sebuah postingan di media sosial.
“…Kami memperingatkan mereka yang berjiwa lemah, dari tingkat tertinggi hingga terendah, untuk tidak menguji kesabaran kami,” kata Abu Ali al-Askari.
Dalam tantangan yang jelas terhadap pemerintahan Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani, Askari bersumpah untuk melanjutkan serangan terhadap pasukan AS.
Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al-Sudani memiliki kendali terbatas atas beberapa faksi yang didukung Iran, yang dukungannya diperlukan untuk memenangkan kekuasaan setahun lalu dan kini membentuk blok kuat dalam koalisi pemerintahannya. Banyak faksi juga tidak sepakat mengenai tindakan terhadap pasukan AS.
Amerika Serikat memiliki 900 tentara di Suriah dan 2.500 tentara di Irak dalam misi yang dikatakan bertujuan untuk memberikan nasihat dan membantu pasukan lokal dalam upaya mencegah kebangkitan ISIS, yang pada tahun 2014 menguasai sebagian besar negara tersebut sebelum dikalahkan.
REUTERS
Pilihan Editor: Setelah Armada AS Turun, Perusahaan Pelayaran Pertimbangkan Kembali ke Laut Merah