Israel Berniat Melenyapkan Hamas
Mengutip laman Monash University, alasan pertama mengapa gencatan Israel dan Hamas berjalan sangat alot adalah karena Israel telah menyatakan niat untuk membubarkan Hamas sebagai respons atas serangan 7 Oktober.
Israel terus menerus menyerang warga sipil, rumah sakit, sekolah, dan bahkan taman kanak-kanak di wilayah tersebut di Jalur Gaza dengan alasan ingin melenyapkan Hamas.
Namun serangan tersebut tidak hanya menyasar Hamas, tapi juga warga sipil Palestina. Dalam pertempuran tersebut, tercatat sekitar 13.000 warga Palestina menjadi korban.
Bahkan lebih dari satu juta warga Palestina telah meninggalkan rumah mereka di bagian utara Jalur Gaza dan kini menghadapi kondisi yang mengerikan, sebagian besar berada di tenda-tenda dan akomodasi sementara, di selatan Gaza.
Gencatan Senjata Berikan Waktu Pada Hamas untuk Pulih
Selama gencatan senjata dalam satu minggu, Israel setiap harinya terus memantau tingginya jumlah truk yang membawa pasokan ke Gaza untuk memastikan kendaraan tersebut tidak disalahgunakan untuk menyelundupkan senjata. Israel juga harus memastikan bahan bakar tidak dialihkan untuk meningkatkan kemampuan militer Hamas.
Kemudian Israel menilai memperpanjang waktu jeda kemanusaiaan hanya memberi Hamas waktu untuk menyusun strategi, mengubah posisi militan dan mungkin berkumpul kembali.
Sifat perjanjian yang tidak menentu ini juga membuka pintu bagi Hamas untuk segera memenuhi tuntutannya, dengan harapan bahwa Israel akan membuat lebih banyak konsesi untuk membebaskan lebih banyak sandera.
Gencatan senjata yang lebih lama akan mempersulit Israel untuk memulai kembali perang, baik secara operasional maupun di mata opini publik global. Pemerintah Israel akan menghadapi tekanan domestik yang semakin besar untuk menjamin pembebasan lebih banyak sandera.
Keterlibatan Amerika Serikat
Presiden AS Joe Biden sejauh ini merupakan pendukung setia Israel dan Amerika merupakan negara pemasok amunisi penting, senjata, dan bantuan keuangan kepada Israel.
Selain itu, Amerika juga memberikan payung diplomatik kepada Israel untuk menolak tuntutan gencatan senjata segera yang datang dari PBB dan negara-negara lain selama berminggu-minggu.
Mengutip Anadolu, Amerika Serikat pada hari Jumat, 8 Desember 2023 memberi isyarat bahwa mereka tidak mendukung gencatan senjata kemanusiaan untuk menghentikan permusuhan di Jalur Gaza yang terkepung ketika Dewan Keamanan PBB bersiap untuk melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang penting.
"Meskipun Amerika Serikat sangat mendukung perdamaian abadi, di mana Israel dan Palestina hidup dalam damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk segera melakukan gencatan senjata," Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan kepada Dewan Keamanan.
AS lebih memilih diplomasinya sendiri, daripada tindakan Dewan Keamanan, untuk memenangkan pembebasan lebih banyak sandera dan menekan Israel untuk lebih melindungi warga sipil dalam serangannya terhadap Gaza.
Ancaman dari Hizbullah dan Houthi
Israel beranggapan gencatan senjata justru berpotensi mengirimkan pesan berbahaya kepada musuh lainnya, terutama Hizbullah yang didukung Iran dan Houthi Yaman.
Israel menilai gencatan senjata justru akan menjadi lampu hijau bagi dua organisasi yang mendukung Hamas itu untuk melakukan kejahatan perang yang mengancam kelangsungan hidup warga sipil Israel.
Apalagi sejak serangan 7 Oktober 2023, Israel dan Hizbullah telah berulang kali bentrok. Hizbullah diketahui pernah meluncurkan roket dan menembakkan rudal ke posisi militer Israel dan kota-kota Israel. Sedangkan Houthi Yaman pernah membajak sebuah kapal kargo Israel di Lauut merah. Aksi tersebut dilakukan untuk membalas serangan Israel ke Palestina.
Pilihan Editor: HRW: Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Perang di Gaza
RIZKI DEWI AYU | REUTERS | AL JAZEERA | MONASH UNIVERSITY | ANADOLU