TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Inggris untuk Israel Tzipi Hotovely menolak gagasan solusi dua negara bagi Israel dan Palestina."Jawabannya sama sekali tidak," kata Hotovely menanggapi gagasan solusi dua negara dalam sebuah wawancara dengan Sky News pada Rabu malam.
Di Sky News pada Rabu malam, presenter Mark Austin bertanya kepada Hotovely: "Apakah masih ada peluang untuk solusi dua negara?"
Dia menjawab: “Sudah waktunya bagi dunia untuk menyadari bahwa paradigma Oslo gagal pada 7 Oktober, dan kita perlu membangun paradigma baru.”
Hotovely kemudian ditanya apakah “yang baru” itu termasuk warga Palestina yang tinggal di negara mereka sendiri.
Dia menambahkan: "Saya pikir pertanyaan terbesarnya adalah tipe orang Palestina seperti apa yang ada di pihak lain, inilah yang disadari Israel pada 7 Oktober."
Ketika ditanya lagi apakah Palestina akan memiliki negara, dia berkata: “Jawabannya sama sekali tidak, dan saya akan memberi tahu Anda alasannya.
“Israel tahu hari ini dan dunia harus tahu sekarang bahwa alasan kegagalan Perjanjian Oslo adalah karena Palestina tidak pernah ingin memiliki negara selain Israel.”
“Mereka ingin memiliki negara dari sungai hingga laut.”
Ditanya lagi apakah solusi dua negara sudah mati, dia bertanya: "Mengapa Anda terobsesi dengan formula yang tidak pernah berhasil, yang menciptakan orang-orang radikal di sisi lain, mengapa Anda terobsesi dengan hal itu?"
Hotovely, diplomat ekstremis kanan Israel dalam pidatonya pada 2015 mengatakan Israel telah berusaha terlalu keras untuk menenangkan dunia. “Tanah ini milik kami. Semua itu milik kita. Kami tidak datang ke sini untuk meminta maaf atas hal itu," katanya saat itu.
Pernyataan ini terjadi ketika Majelis Umum PBB memberikan suara terbanyak untuk menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza pada Selasa sebagai demonstrasi kuat dukungan global untuk mengakhiri serangan Israel ke Gaza yang diklaim untuk melenyapkan Hamas.
Dalam serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, sebanyak 1.200 orang tewas menurut data Israel, dengan 240 orang disandera.
Israel membalas dengan pengeboman setiap hari yang hingga Rabu telah menewaskan lebih dari 18.600 warga Palestina di Gaza, 70 persen diantaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Lebih dari 8.000 warga Gaza hilang, mayoritas masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang dibom Israel. Dari lebih 50.000 warga Gaza yang terluka, sekitar 10.000 adalah anak-anak yang mengalami amputasi baik di kaki, tangan maupun keduanya.
Pemungutan suara tersebut menunjukkan semakin terisolasinya Amerika Serikat dan Israel. Inggris abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Solusi dua negara telah menjadi cita-cita sejak akhir 1990-an, ketika Perjanjian Oslo menciptakan harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai untuk memberikan wilayah masing-masing kepada Israel dan Palestina. Namun, ada beberapa faktor yang kini dianggap sebagai hambatan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan sejumlah pemimpin negara-negara Barat sekutu Israel juga masih berharap solusi dua negara akan menjadi jawaban bagi konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama 75 tahun.
Pilihan Editor: Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian akui Iran dan Israel Tak Percaya Solusi Dua Negara
SKY NEWS