TEMPO.CO, Jakarta - Israel dan Amerika Serikat mengklaim terjadinya perkosaan oleh Hamas terhadap sejumlah perempuan dalam serangan pada 7 Oktober lalu.
Pihak berwenang Israel mengatakan mereka telah mengumpulkan banyak kesaksian tentang perkosaan dan kejahatan seksual dari para saksi dan petugas pertolongan pertama yang hadir selama atau setelah insiden terjadi.
Polisi Israel juga mengutip gambar yang diduga diambil oleh kelompok pejuang Palestina Hamas yang menunjukkan keadaan korban perempuan mereka.
“Seorang yang selamat dari pesta rave Nova bersaksi, 'Semuanya adalah kiamat mayat, gadis-gadis tanpa pakaian apa pun, tanpa atasan, tanpa pakaian dalam, orang-orang dipotong menjadi dua, dibantai, beberapa dipenggal,'” kata Yael Reichert, seorang kepala pengawas di kata polisi nasional Israel pada pertemuan PBB pada Senin.
Reichert mengambil bagian dalam penyelidikan pemerintah Israel atas kejahatan seks yang dilakukan dalam serangan 7 Oktober.
Tudingan ini turut dilontarkan oleh juru bicara kementerian luar negeri Amerika Serikat, jubir Gedung Putih hingga mantan menteri luar negeri AS Hillary Clinton.
Seperti dilansir Reuters pada Selasa 5 Desember 2023, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller menuding Hamas terus menyandera perempuan Israel karena mereka tidak ingin mereka mengungkapkan apa yang mereka alami selama disandera.
Pejuang Hamas melakukan “kekejaman berbasis gender dan kekerasan seksual secara luas selama serangan tanggal 7 Oktober,” dimana polisi Israel mengklaim memiliki bukti lebih dari 1.500 insiden.
“Faktanya [Hamas] terus menyandera perempuan, fakta bahwa mereka terus menyandera anak-anak… dan alasan mengapa jeda ini gagal, adalah mereka tidak ingin perempuan-perempuan itu dapat berbicara tentang apa yang terjadi pada mereka selama mereka disandera. waktu dalam tahanan,” kata Miller pada konferensi pers pada Senin sore.
Hal senada diungkapkan mantan Menlu AS Hillary Clinton. “Kita harus merespons kekerasan seksual sebagai senjata perang di mana pun hal itu terjadi.”
Sementara Gedung Putih mengatakan Hamas melanggar perjanjian untuk membebaskan lebih banyak sandera perempuan, dan penolakannya untuk melakukan hal tersebut adalah penyebab gagalnya gencatan senjata selama seminggu dengan Israel pada Jumat.
Dalam penjelasannya di Gedung Putih pada Senin sore, penasihat keamanan nasional Amerika Serikat Jake Sullivan mengatakan “penolakan Hamas itulah yang menyebabkan berakhirnya perjanjian penyanderaan, dan karenanya berakhirnya jeda kemanusiaan”.
Namun, Israel sendiri menolak bekerja sama dengan komisi independen oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelidiki tudingan pemerkosaan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Pada 29 November, komisi penyelidikan PBB, yang saat ini menyelidiki kejahatan perang di kedua sisi konflik Israel-Hamas, mengumumkan bahwa mereka akan memfokuskan penyelidikannya pada kekerasan seksual yang dilakukan Hamas, dan meluncurkan permohonan publik untuk mendapatkan bukti, menurut Reuters.
Permintaan ini ditolak oleh Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan. Ia menyebut Israel tidak bekerja sama dengan komisi tersebut, dan mengatakan bahwa komisi tersebut memiliki bias anti-Israel.
Sejumlah pihak pun mempertanyakan keengganan Israel untuk bekerja sama dengan pihak independen untuk mengungkap tuduhan pemerkosaan oleh Hamas.
Sejumlah netizen justru mengungkapkan bahwa ketua komisi penyelidikan Israel dalam tudingan perkosaan oleh Hamas, Cochav Elkayam-Levy, menampilkan foto lama pejuang perempuan Kurdi yang tewas dalam laporannya, sebagai bukti terjadinya kejahatan pada 7 Oktober.
Pilihan Editor: Cina Damprat Israel di Rapat DK PBB karena Dianggap Tak Sopan
REUTERS | NBC NEWS