TEMPO.CO, Jakarta - Data yang diungkap Pemerintah Jepang pada Rabu, 15 November 2023, mengungkap ekonomi Negeri Sakura itu tergelincir pada periode Juli 2023 sampai September 2023. Kontraksi ini mengakhiri pertumbuhan yang terjadi pada dua kuartal berturut-turut.
Gross domestic product Jepang (GDP) terkontraksi sebanyak 2.1 persen pada kuartal ketiga 2023. Penurunan ini lebih tajam dibanding proyeksi pasar untuk penurunan tahunan sekitar 0.6 persen. Kemerosotan ini mengikuti ekspansi sebesar 4.5 persen pada kuartal kedua.
“Mengingat tidak adanya mesin pertumbuhan, maka buat saya tidak mengejutkan jika ekonomi Jepang terkontraksi lagi pada kuartal sekarang. Risiko Jepang jatuh pada resesi tidak bisa dikesampingkan,” kata Takeshi Minami, Kepala ekonom dari Norinchukin Research Institute.
Menurutnya, lemahnya pertumbuhan ekonomi Jepang dan momok melambatnya inflasi dapat menunda Bank Sentral Jepang keluar dari suku bunga negatif,” kata Minami.
Perlambatan ini diakibatkan oleh tingginya inflasi hingga menekan konsumsi rumah tangga dan lemahnya permintaan eksternal dari Cina serta wilayah lain sehingga menambah tekanan pada manufaktur – manufaktur Jepang.
Untuk sektor konsumsi tidak mengalami perubahan pada periode Juli dan September 2023 setelah tergelincir 0.9 persen pada kuartal sebelumnya. Data menunjukkan kalau angka tersebut jauh dari perkiraan ekonom yang memprediksi tumbuh sekitar 0.2 persen.
“Kuartal ketiga yang mengecewakan menjadi pengingat serius bahwa negara ini belum keluar dari masalah,” kata Stefan Angrick, ekonom senior dari Moody’s Analytics.
Upah riil yang disesuaikan dengan inflasi adalah sebuah indikator daya beli yang mengalami penurunan 2.4 persen pada September 2023 year-on-year atau menandai penurunan selama 18 bulan berturut-turut. Jepang adalah negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.
Sumber: RT.com
Pilihan Editor: Ekspor Impor Oktober Melemah, Konflik Geopolitik dan Perlambatan Ekonomi Jadi Penyebab
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini