TEMPO.CO, Jakarta - Tiga kelompok hak asasi manusia Palestina telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), mendesak badan tersebut untuk menyelidiki Israel atas tuduhan “apartheid” serta “genosida” dan mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel.
Gugatan tersebut, yang diajukan pada Rabu, 8 November 2023, oleh organisasi hak asasi manusia Al-Haq, Al Mezan, dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina, menyerukan “perhatian mendesak terhadap rentetan serangan udara Israel yang terus menerus terhadap wilayah sipil padat penduduk di Jalur Gaza”, yang telah menewaskan lebih dari 10.500 warga Palestina, hampir setengah dari mereka adalah anak-anak, menurut pejabat kesehatan Gaza.
Dokumen tersebut juga meminta lembaga itu untuk memperluas penyelidikan kejahatan perang yang sedang berlangsung dengan melihat “pengepungan yang mencekik yang diberlakukan di [Gaza], pemindahan paksa penduduknya, penggunaan gas beracun, dan penolakan terhadap kebutuhan, seperti makanan, air. , bahan bakar, dan listrik”.
Tindakan-tindakan ini merupakan “kejahatan perang” dan “kejahatan terhadap kemanusiaan”, termasuk “genosida”, kata gugatan tersebut.
Ketiga kelompok tersebut ingin surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadap Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Kantor Kejaksaan (OTP) ICC membuka penyelidikan resmi terhadap situasi di Palestina pada tahun 2021 setelah menentukan bahwa “kejahatan perang telah atau sedang dilakukan oleh aktor Palestina dan Israel di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. ”.
Namun, kelompok ini mendapat kritik dari kelompok hak asasi manusia dan aktivis yang mengatakan tanggapan mereka terhadap serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza tidak terlalu baik.
Dalam pengajuan ICC terbaru, pengacara kelompok hak asasi manusia, Emmanuel Daoud, merujuk pada putusan ICC terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas kejahatan perang di Ukraina, dan mengatakan “tidak ada ruang untuk standar ganda dalam peradilan internasional”.
“Apakah kejahatan perang dilakukan di Ukraina atau Palestina, pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Daoud.