TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah korban tewas dalam pembantaian Israel di Gaza telah menembus 9.000 jiwa hingga Jumat 3 November 2023. Hal ini membuat sejumlah negara yang semula mendukung Israel untuk memerangi Hamas setelah serangan kilat pada 7 Oktober lalu, mulai memberi peringatan kepada Tel Aviv untuk tidak melampaui batas.
Swedia telah mendesak Israel untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional dan menahan diri untuk tidak menargetkan wilayah di Jalur Gaza di mana terdapat risiko jatuhnya korban sipil.
Berbicara kepada Anadolu, Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom mengatakan Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri dari serangan Hamas.
Namun, ia mengkritik serangan militer Israel yang menargetkan rumah sakit dan kamp pengungsi dalam beberapa pekan terakhir. Serangan itu menewaskan ratusan warga sipil Palestina seketika.
“Tentu saja, Israel mempunyai hak untuk membela diri, tetapi pembelaan itu harus dilakukan dalam kerangka hukum kemanusiaan internasional,” kata Billstrom. “Artinya, Anda tidak boleh menargetkan warga sipil, Anda tidak boleh menargetkan instalasi sipil, dan itu harus ditekankan.”
Komentarnya muncul setelah serangkaian serangan udara Israel menargetkan kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara. Serangan tersebut meratakan seluruh gedung apartemen dan menewaskan serta melukai ratusan warga sipil Palestina.
Militer Israel mengatakan pihaknya menargetkan seorang komandan senior Hamas yang membantu merencanakan serangan 7 Oktober.
Billstrom mengatakan baik Israel maupun kelompok Palestina harus mengambil langkah-langkah untuk meredakan krisis dan menciptakan kondisi untuk perundingan diplomatik.
Dia mengatakan Hamas harus membebaskan sandera Israel sesegera mungkin dan berkontribusi pada deeskalasi.
“Apa yang kita butuhkan saat ini adalah deeskalasi, kembali ke perundingan, menghindari jatuhnya korban sipil, dan pada akhirnya, pembentukan solusi dua negara dimana Israel dan Palestina, Israel dan Palestina, dapat hidup bersama. berdampingan di dua negara, aman dan tenteram,” ujarnya.
Sementara sehari sebelumnya, menteri luar negeri Australia Penny Wong mendesak Israel agar menghentikan pembunuhan terhadap warga sipil sekaligus memperingatkan bahwa Tel Aviv bakal menghadapi "risiko besar" jika konflik di Gaza menyebar.
Dia mengatakan bahwa dalam perang pun bahkan ada aturannya dan komunitas internasional tidak akan menerima kematian warga sipil yang terus bergulir.
“Jadi, saat kawan-kawan Israel mendesak Israel untuk menahan diri, ketika kawan-kawan Israel mendesak Israel agar melindungi nyawa warga sipil, penting bagi Israel untuk mendengarkan hal itu. Ini penting bagi keamanan Israel sendiri, yang menghadapi risiko besar jika konflik menyebar,” katanya memperingatkan
Penny Wong kembali menegaskan seruan negaranya untuk jeda kemanusiaan di Kota Gaza.
“Kami ingin pasokan kemanusiaan seperti makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar dapat menjangkau masyarakat yang sangat membutuhkan. Rakyat Gaza tak bisa menunggu,” kata Wong, menurut transkrip yang dirilis di situs Kementerian Luar Negeri.
Bahkan sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat telah menyerukan jeda kemanusiaan di Gaza, meski lokal dan sementara.
Para ahli PBB pada Kamis memperingatkan bahwa “waktu hampir habis untuk mencegah genosida dan bencana kemanusiaan” di Gaza, karena kampanye militer Israel telah menewaskan lebih dari 9.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 6.000 wanita dan anak-anak.
Lebih dari 32.000 orang terluka dalam serangan Israel, sementara sekitar 1,4 juta lainnya terpaksa mengungsi.
Menurut pihak berwenang Israel, lebih dari 1.500 warga Israel telah terbunuh dan lebih dari 5.400 lainnya terluka dalam serangan Hamas, sementara lebih dari 240 orang disandera di Gaza.
Pilihan Editor: Israel Bebaskan Ribuan Pekerja Gaza yang Disandera Sejak 7 Oktober
ANADOLU | REUTERS