TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus pada Rabu, 1 November 2023 mengatakan solusi dua negara diperlukan bagi Israel dan Palestina untuk mengakhiri perang saat ini. Paus juga menyerukan status khusus bagi Yerusalem.
Dalam wawancara dengan saluran berita TG1 milik televisi pemerintah Italia, RAI, ia berharap eskalasi regional di Timur Tengah dapat dihindari. Sejak kelompok militan Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober lalu dan Israel melancarkan serentetan serangan balasan. Perang Israel Palestina telah menyebar hingga ke perbatasan Lebanon dan Suriah, serta Iran.
“(Itu adalah) dua bangsa yang harus hidup bersama. Dengan solusi bijak itu, dua negara. Perjanjian Oslo, dua negara yang jelas dan Yerusalem dengan status khusus,” katanya.
Pada 1993, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat berjabat tangan menyetujui Perjanjian Oslo yang menetapkan otonomi terbatas Palestina. Jabat tangan di antara mereka mengantarkan keduanya sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun berikutnya.
Perjanjian tersebut seharusnya mewujudkan penentuan nasib sendiri bagi Palestina, dalam bentuk negara Palestina berdampingan dengan Israel. Hal ini berarti bahwa Israel, yang dibentuk di tanah bersejarah Palestina pada 1948 dalam sebuah peristiwa yang dikenang warga Palestina sebagai Nakba, akan menerima klaim Palestina atas kedaulatan nasional.
Namun, klaim tersebut hanya akan terbatas pada sebagian kecil wilayah bersejarah Palestina, dan sisanya diserahkan kepada kedaulatan Israel.
Oleh karena itu, perjanjian tersebut berujung pada pembentukan Otoritas Palestina (PA) yang bersifat sementara, dan pembagian wilayah di Tepi Barat menjadi Wilayah A, B, dan C, yang menunjukkan seberapa besar kendali yang dimiliki PA di masing-masing wilayah, yang hingga hari ini menjalankan kekuasaan terbatas atas kedua wilayah tersebut.
Israel merebut Yerusalem Timur Arab pada 1967 dan pada 1980 mendeklarasikan seluruh kota sebagai “ibu kota bersatu dan abadi”. Warga Palestina memandang bagian timur kota ini sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Israel secara konsisten menolak anggapan bahwa kota tersebut, yang dianggap suci bagi umat Kristen, Muslim, dan Yahudi, dapat memiliki status khusus atau internasional.
“Perang di Tanah Suci membuat saya takut,” kata Paus Fransiskus. “Bagaimana orang-orang akan mengakhiri cerita ini?”
Menurutnya, eskalasi yang meningkat “akan menandakan akhir dari banyak hal dan banyak nyawa”.
Paus, yang menyerukan koridor kemanusiaan untuk membantu warga Gaza dan gencatan senjata, mengatakan ia berbicara melalui telepon setiap hari dengan para pastor dan biarawati yang mengelola sebuah paroki di Gaza yang menampung sekitar 560 orang, sebagian besar beragama Kristen tetapi juga sebagian muslim.
“Untuk saat ini, syukurlah, pasukan Israel menghormati paroki itu,” katanya.
Ia menyampaikan keprihatinannya dengan peningkatan antisemitisme, dan menambahkan bahwa sebagian besar dari hal tersebut masih “masih tersembunyi”.
Lebih lanjut, ia mengatakan perang ini tidak boleh membuat masyarakat melupakan konflik lain, termasuk di Ukraina, Suriah, Yaman, dan Myanmar.
REUTERS | AL JAZEERA
Pilihan Editor: Eks Menteri Malaysia Lelang Jam Rolex Rp 450 Juta untuk Palestina